Selasa, 01 Desember 2009

JALAN-JALAN DI TOKYO


Jumat 25 Desember 2003, kembali kami sekeluarga siap melakukan perjalanan ke luar negeri, Jepang adalah tujuan kami saat itu. Anak-anak masih belum percaya betul bahwa hari itu kami jadi melakukan perjalanan ke Tokyo, luar negeri. Sengaja saya tidak memberitahukan kepada mereka sebelumnya karena memang proses untuk itu mengalami berbagai hambatan dan ketidak pastian selain itu juga agar anak-anak tidak terganggu konsentrasinya dalam menjalani ulangan akhir semester.

Meskipun tiket gratis dari Garuda Indonesia pulang pergi sudah ada di tangan.
Proses untuk itu memang sebenarnya kurang mulus, dan cenderung berspekulasi saja.

Persyaratan untuk mengurus visa sebenarnya memang ada kelemahannya, apalagi bagi negara yang pernah menjajah negara kita itu dikenal sebagai negara yang sangat disiplin dan ketat. Yaitu masalah jangka waktu pasport dan masalah tabungan. Jangka waktu pasport yang saya miliki adalah tinggal 3 bulan saja, sedangkan persyaratan yang ditentukan adalah minimal 6 bulan. Untuk deposito saya tidak tahu berapa minimal yang harus dipunyai, tetapi ada kabar seseorang gagal mendapatkan visa gara-gara hanya mempunyai simpanan di bank walaupun sudah menunjukkan simpanannya sebesar 70 juta.

Saya sangat bersyukur karena berbagai hambatan dapat dilewati dengan mudah, mungkin juga karena alasan kunjungan saya dan adanya “surat sakti” berupa undangan dari kakak yang ada di Tokyo. Dan keluarlah ijin memasuki negara Jepang selama dua minggu, setelah membayar fiskal sekitar 200 ribu rupiah per orang.

***

Penerbangannya dijadwalkan pukul 11 malam, tetapi untuk berjaga-jaga terjebak macet dijalan, kami sudah berada di bandara mulai pukul 8 malam. Lama perjalanan adalah 6 jam langsung menuju Tokyo, perbedaan waktu dengan WIB adalah 2 jam.

Sekitar 1 jam menjelang pendaratan terdapat pemandangan indah di sebelah Timur pesawat, yaitu semburat warna jingga di langit, menandai akan terbitnya matahari pagi.

Bersamaan dengan itu keluarlah breakfast yang sudah mulai beraroma masakan Jepang. Ketika ditawari oleh pramugari untuk memilih omlet atau nasi, dengan tangkas aku pilih nasi. Ternyata nasi ikan panggang dengan rasa Jepang masih belum mengena pada selera saja, dengan berat akhirnya selesai juga kewajiban menghabiskan hidangan itu. Setelah itu saya minum banyak-banyak untuk menetralkan lidah saya pada kondisi semula.

Begitu turun dari pesawat kami langsung mengikuti penumpang lainnya yang berjalan dengan cepat, sehingga kemegahan dan kemewahan bandara Narita tidak sempat kami nikmati dan kagumi.

Sampai pada pemeriksaan imigrasi kami sempat terhenti, dan ada masalah dengan formulir declaration yang sudah kami siapkan di pesawat. Saya rogoh kantong celana belakang dan samping, kantong baju dan jas. Astaga !, formulir itu nampaknya ketinggalan di pesawat.

Akhirnya kami diharuskan mengisi lagi formulir declaration baru oleh petugas imigrasi jepang. Dengan terburu-buru kami selesaikan tugas tersebut, dan segera menyerahkan ke petugas imigrasi yang sudah lengang karena penumpang lainnya sudah selesai melewati loket imigrasi ini, petugas imigrasi dengan teliti memeriksa dokumen yang kami serahkan. Setelah petugas menyatakan OK, dengan lega kami segera melewati imigrasi tanpa ada pemeriksaan isi koper dan tas.

Semua penumpang sudah dengan cepat menghilang dari pandangan. Kami tinggal meraba-raba saja kemana arah berikutnya. Segera kutemukan ban berjalan tempat keluarnya bagasi. Ban berjalan sudah berhenti dan kumpulan tas dan koper kami teronggok sendirian disana, itulah salah satu petunjuk kemana kami harus pergi. Dengan bergegas kami segera menghampiri mendapatkan koper kami dan cepat-cepat keluar dari salah satu pintu, dan Alhamdulillah, tepat begitu pintu terbuka aku mendapati kakak sekalian sedang menunggu menjemput.

Kami dengan menggunakan mobil van ukuran keluarga merk Toyota yang kalau di Indonesia sudah termasuk mobil mewah, menuju Meguro – Tokyo, sekitar 40 km dari bandara Narita. Sempat macet waktu memasuki kota Tokyo tepatnya ketika melewati Rainbow Bridge, jembatan yang melintasi teluk Tokyo City.
Mobil dilengkapi GPS (Global Positioning System), sebuah alat yang bisa mengetahui arah jalan dan di posisi mana mobil sedang berada, alat ini dikendalikan melalui satelit. Mobil tersebut dilengkapi pula dengan alat pendeteksi jarak dengan mobil di depan, apabila terlalu dekat dengan kecepatan tertentu, maka alat ini akan menggerakkan sistem rem pada mobil tersebut. Untuk memudahkan parkir, mobil ini juga dilengkapi kamera sudah sedekat apa mobil ini dengan benda di belakang mobil.

Kami tinggal sementara di rumah kakak di salah satu apartemen 4 lantai di daerah Meguro. Tidak jauh (sekitar 300 meter dari Balai Indonesia yang juga untuk Sekolah Republik Indonesia di Tokyo (SRIT).

***

ASAKUSA TEMPLE

Jalan-jalan pertama kami lakukan pada tanggal 26 Desember 2003 yaitu Namamishe Shoping Street di Asakusa, naik mobil di jalan raya Jepang memang terasa nyaman, pengemudi yang saling bertoleransi dengan sesama pengemudi menjadikan perjalanan dengan kendaraan serasa semakin nyaman. Namun kenyamanan tersebut terbayar dengan harga parkir yang mahal.

Tarif parkir rupanya tidak standart sebagaimana harga bensin di tiap-tiap tempat. Ada yang mempunyai tarif biasa dan ada mahal hal ini tergantung dari lokasi dan kondisi tempat parkir.

Setelah berputar-putar mencari tempat parkir kosong akhirnya kami menemukan suatu lahan yang tidak terlalu luas, sekitar 1 ha, dengan alat parkir otomatis dan tidak ada orang yang menunggu. Dari mulai pengambilan karcis, pengamanan pada mobil yang diparkir sampai pembayaran dilakukan melalui mesin.

Berbagai pernak-pernik kerajinan tangan khas Jepang, lengkap dari yang paling murah sampai yang paling mahal ada disini, gantungan berbagai corak dan model ada yang sekitar 300 yen sampai dengan 2000 yen, sedangkan harga sebuah boneka yang berpakaian khas jepang sangat bervariasi, ada yang 1000 yen ada juga yang lebih mahal.

Asakusa ternyata tempat wisata asing yang cukup banyuk dikunjungi wisatawan. Obyek yang menarik adalah sebuah kawasan kuil Shinto yang nampaknya berumur sudah ratusan tahun.
Di daerah ini sempat melihat atlit sumo yang sedang berjalan dengan mengenakan piama khas jepang Tidak juga terbayang bahwa atlit sumo di Jepang adalah bak seorang selebritis yang banyak mempunyai penggemar sehngga dimanapun mereka berada selalu dikerubuti oleh muda-mudi penggemarnya.

Patung yang terkenal pada kuil itu adalah Sensoji Temple yang konon dibangun sejak tahun 1651.

UENO PARK

Di Tokyo yang padat, dengan perumahan dengan populasi yang lebih tinggi di bandingkan Jakarta, ternyata banyak mempunyai taman yang cukup luas, salah satunya adalah Taman Ueno Park


Ueno Park is a large public park just next to Ueno Station. It was opened to the public in 1873, and offers its visitors a large variety of attractions.
At the park's south entrance stands a statue of Saigo Takamori, an important personality of the late Edo and early Meiji Period. He played a central role in realizing the Meiji Restoration of 1868.
Ueno Park is famous for its many museums, especially art museums, namely the Tokyo National Museum, the Orient Museum, the National Science Museum, the Shitamachi Museum, the National Museum for Western Art and the Tokyo Metropolitan Fine Art Gallery.
Since 1882, Ueno Park is home to Japan's first zoological garden. Its main attraction are giant panda bears. The first panda bears where a gift from China on the occasion of normalization of diplomatic relations in 1972.
Shinobazu Pond is a large pond in Ueno Park. A temple for the goddess of Benten stands on the island in the middle of the pond.
Toshogu Shrine is a shrine dedicated to Tokugawa Ieyasu, the founder of the Edo shogunate, which ruled Japan from 1603 to 1867. It is well worth paying the 200 Yen admission fee in order to enter the inner shrine area and main building.
Last but not least, Ueno Park is famous for its more than 1000 cherry trees. During the cherry blossom season, Ueno Park becomes one of the country's most popular and crowded spots for hanami (cherry blossom viewing) parties.

HAKONE

Hakone is part of the Fuji-Hakone-Izu National Park, less than 100 kilometers from Tokyo. Famous for hot springs, outdoor activities, natural beauty and the view of nearby Mt. Fuji, Hakone is one of the most popular destinations among Japanese and international tourists looking for a break from Tokyo.

Lake Ashi (Japanese: Ashinoko) was formed in the caldera of Mount Hakone after the volcano's last eruption 3000 years ago. Today, the lake with Mount Fuji in the background is the symbol of Hakone.
The best views of the lake in combination with Mount Fuji can be enjoyed from Moto-Hakone, from the Hakone Detached Palace Garden and from the sightseeing boats cruising the lake.
Note however, that clouds and poor visibility often block the view of Mount Fuji, and you have to consider yourself lucky if you get a clear view of the mountain. Visibility tends to be better during the colder seasons of the year than in summer, and in the early morning and late evening hours.
Two companies, Hakone Sightseeing Boats and Izuhakone Sightseeing Boats, operate boats between Moto-Hakone and Hakonemachi at the lake's southern shores and Togendai and Kojiri at the northern shores.
A boat cruise from one end of the lake to the other takes roughly 30 minutes and costs 970 Yen. The Hakone Free Pass is valid on the pirate ship shaped Hakone Sightseeing Boats but not on boats operated by Izuhakone.
KAMAKUIRA

Kamakura is a coastal town in Kanagawa prefecture, less than one hour south of Tokyo.
Kamakura became the political center of Japan, when Minamoto Yoritomo chose the city as the seat of his new military government in 1192. The Kamakura government continued to rule Japan for over a century, first under the Minamoto shogun and then under the Hojo regents.
After the decline of the Kamakura government in the 14th century and the establishment of its successor, the Muromachi or Ashikaga government in Kyoto, Kamakura remained the political center of Eastern Japan for some time before losing its position to other cities.
Today, Kamakura is a very popular tourist destination. Sometimes called the Kyoto of Eastern Japan, Kamakura offers numerous temples, shrines and other historical monuments. In addition, Kamakura's sand beaches attract large crowds during the summer months.
SHIBUYA

Shibuya is one of the twenty-three city wards of Tokyo, but often refers to just the popular shopping and entertainment area around Shibuya Station.
Shibuya is one of Tokyo's most colorful and busy districts and birthplace to many of Japan's fashion and entertainment trends. Most of the area's large department and fashion stores belong to either Tokyu or Seibu, two competing corporations.
A prominent landmark of Shibuya is the large intersection in front of the station (Hachiko Exit), which is heavily decorated by neon advertisements and giant video screens and gets crossed by amazingly large crowds of pedestrians each time the traffic light turns green.
YEBISHU PARK

Yebisu Garden Place is one of Tokyo's most pleasant cities within the city. Consisting of roughly a dozen buildings and skyscrapers, it features a large array of restaurants and shops including a Mitsukoshi department store, the Westin Tokyo hotel, offices, residential space and two museums.

Central Square
Chateau Restaurant Taillvent-Robuchon
Yebisu Garden Place is built on the former site of a beer brewery, where the still existing Yebisu Beer brand had been brewed since 1890. Interestingly, it was the beer brand which gave the later developing town and railway station of Ebisu* its name, and not the other way around.
The Beer Museum Yebisu (entrance free) commemorates the original brewery, displays exhibits about the history and science of beer brewing in Japan and the world and offers beer tasting. After a visit to the beer museum, you may want to consider a meal and drink at the beer restaurant "Beer Station".

Beer Museum Yebisu
* "Ebisu" is the modern way to write "Yebisu", as the syllable "ye" and corresponding kana characters have almost completely disappeared from the modern Japanese language and been replaced by the "e".
ODAIBA


Rainbow Bridge from Odaiba
Introduction:
Daiba, literally meaning "fort", refers to some of the man made islands in the Bay of Tokyo, which were constructed in the end of the Edo Period (1603-1868) for the city's protection against attacks from the sea.
During the extravagant 1980s, a spectacular redevelopment of the islands into a futuristic business district was started, but development was critically slowed down after the burst of the "bubble economy" in the early 1990s.
It was not until the second half of the 1990s, that Odaiba developed into one of Tokyo's most interesting tourist spots and the highly popular shopping and entertainment district, which it is today. Further development of the area is still underway.

Attractions:
Among the attractions of Odaiba are several shopping and entertainment centers, theme parks, museums and the futuristic architecture and city planning. Even access to Odaiba can be considered an attraction (see "How to get there").
AQUA LINE

Unique Bridge-and-Tunnel Expressway Across the Bay

Trans-Tokyo Bay Motorway named the Tokyo Bay Aqualine, a toll highway that spans the narrowest gap of Tokyo Bay, opened to traffic in December 1997 after 31 years of studies and construction at the total cost of 1.44 trillion yen (11,077 million dollars; $1=\130). The 15-kilometer (9.3-mile) expressway, connecting Kisarazu City of Chiba Prefecture and Kawasaki City of Kanagawa Prefecture, makes it possible to take a round of the bay by car. Of the total length, 4.4 kilometers (2.7 miles) from the Kisarazu side is a bridge and 9.5 kilometers (5.9 miles) from the Kawasaki side is an undersea tunnel, which is the world's longest undersea tunnel, running 60 meters (197 feet) deep under the surface of the water.
Before the completion of the Aqualine, transportation between Kisarazu City and Kawasaki City required driving 100 kilometers (62.1 miles) along the coastline of Tokyo Bay or taking a one-hour ferry. Now the Aqualine connects the two cities in about 15 minutes, and its opening will drastically change the flows of goods and people, including tourists, in the Metropolitan area.

Created on the artificial island that connects the bridge and tunnel portions, Umi-hotaru is a parking and rest area which was designed as a tourist attraction jutting out from the waters of Tokyo Bay.


Photos: (From top) the expressway on the Kisarazu side (Japan Highway Public Corporation); Bridge girders on the Kisarazu side (Chiba Prefecture); Umi-hotaru (Japan Highway Public Corporation).

CERITA REMAJA

KETIKA DIRI INI INGIN KEMBALI

Oleh : Gunarso

Sudah berulangkali ia coba tegarkan jiwanya, sebagaimana selalu ditanamkan ayahnya apabila sedang menghadapi sesuatu masalah agar tidak menghambat urusan yang lainnya. Namun Riska kali ini tidak bisa menghalau kesedihan yang telah menimpanya. Riska seakan-akan sudah tidak bisa berbuat apa-apa kini.

Kamar yang dijadikan tempat berteduh selama beberapa minggu ini, kini justru memberikan kepedihan di hatinya. Sinar redup yang dipancarkan dari lampu di kamar itu, kini nampak sebagai sorot mata yang dengan sinis dan angkuh menatapnya. Menjadikan ia semakin tidak nyaman tinggal di kamar ini.

Ibu kost, demikian Riska dan beberapa temannya menyebut Bu Minah sebagai pemilik rumah itu, memang belum pernah membicarakan posisi dan pekerjaan apapun tentang keberadaannya disini, apalagi menyuruhnya pergi dari tempat itu. Tetapi ia sudah sangat tidak betah dengan tempat ini. Pagi tadi secara tidak sengaja ia melihat Bu Minah menemui seorang laki-laki setengah baya yang berpenampilan rapi. Pembicaraannya terhenti ketika menyadari ada Riska disitu. Riska memang tidak mengetahui dengan pasti apa yang dibicarakan. Tetapi firasatnya sangat kuat, bahwa sesuatu yang mengerikan akan terjadi.

Diraihnya foto berbingkai di salah satu sudut ruangannya dengan hati-hati. Ditatapnya senyum yang terlukis di dalam wajah foto itu, orang yang sangat dicintainya. Foto ayahnya itu sudah sedikit berdebu, dengan pelahan diusapnya permukaan foto itu dengan tangannya, seolah tidak merelakan wajah orang yang disayanginya itu kotor. Senyum itu memang sering membuatnya damai apabila sedang sedih. Tetapi kali ini justru semakin menyayat hati, air matanya tidak terbendung lagi mengalir lewat sudut mata lentiknya.

“Pa…. Riska mohon ampun …..” bisik Riska dengan gemetar seiring dengan duka yang menghimpitnya. Sambil memeluk dengan erat foto papanya.

Dengan foto dalam pelukannya cukuplah bagi Riska untuk mengurangi beban yang menghimpitnya. Walaupun tidak mengurangi deras air matanya.

Sekilas demi sekilas, terbayang peristiwa beberapa waktu lalu. Ketika itu, saat ia meninggalkan rumah, Riska seakan mempunyai bayangan yang sangat jelas membentang dan siap menyambut kedatangannya dengan penuh kehangatan. Harapan yang ditanamkan oleh Henky dan karena itu ia dambakan bersama Henky seolah membutakan akal sehatnya. Segala perkataan dan bujuk rayu Henky seakan merasuk ke dalam jiwanya yang paling dalam. Sehingga Riska merasakan tidak ada lagi orang yang lebih hebat dari dia untuk baginya bersandar dalam dirinya.

Sebagai kakak kelas Henky memang terlihat selalu mempunyai wawasan yang lebih luas darinya yang masih berstatus siswa baru. Dimulai dari waktu pekan orientasi di SMU, Henky yang merupakan salah satu panitia selalu menjadi pelindung dari hukuman dari kakak-kakak seniornya apabila ia melakukan kesalahan. Dari situlah kemudian Riska semakin dekat dengan Henky. Dialah yang selalu menuntun dan menunjukkan tempat-tempat yang baginya masih baru. Sampai akhirnya ia bersimpati kepadanya. Apalagi penampilannya yang jauh dari rapi dan terkesan seadanya itu membuat Riska menemukan suasana yang berbeda dengan apa yang selalu diberlakukan di rumah dengan disiplin ketat dari mamanya. Berteman dengan Henky, Riska memperoleh banyak nuansa baru dan sifat Henky yang cuek bebek itu memperbolehkan Riska untuk berbuat melakukan apa saja. “Ikuti saja hati nuranimu dan jangan pikirkan orang lain, dan kamu pasti akan menemukan kebahagiaan yang sesuai dengan jati dirimu”. Demikian berkali-kali yang diucapkan Henky kepadanya.

Adalah Riska yang seakan baru lepas dari kungkungan rumah dengan aturan yang ketat, seakan-akan menemukan sayap untuk terbang kemanapun yang ia inginkan. Seakan-akan tidak ada lagi orang lain yang dapat membahagiakan dirinya selain Henky. Adalah Henky yang tidak pernah menyudutkan Riska dengan menanyakan berapa nilai mathematika yang jelas-jelas sangat tidak disukainya. Atau dengan membandingkan angka raport dirinya dengan nilai adiknya yang selalu mendapatkan ranking. Sementara papanya yang penyabar selalu pulang malam sesuai dengan meningkatnya prestasi di kantornya, menjadikan ia jarang berkomunikasi dengan papa. Riska masih menganggap bahwa papa pasti bisa menerima keadaan dirinya termasuk apa yang tengah berada dihatinya saat itu. Dan biasanya papa mempunyai jalan keluar yang bijak untuk dijadikan panutan.

Berada di rumah lantas menjadi siksaan bagi Riska, ia selalu mengurung dalam kamarnya, agar terhindar dari kata-kata mama yang sering ia anggap menyudutkannya. Dan mengharapkan segera lekas pagi dan berada di sekolah lagi dan dapat lagi bertemu dengan Henky lagi. Bahkan Riska berani membohongi mamanya bahwa ia pulang sore karena ada les.

Itu adalah salah satu peristiwa yang sebenarnya sudah lama dilupakan Riska. Namun dalam kedukaannya kali ini mendadak muncul dan dikenang oleh Riska dan dianggap sebagai awal kehancuran masa depannya.

Riska menghela nafas panjang. Sosok Henky memang pernah menjadi bagian yang tidak terpisahkan darinya. Dan kini Riska sudah bisa mengendalikan diri dengan tenang sesuai dengan meningkatnya kedewasaannya. “Ia memang pernah merasuk dalam sumsumku. Tidak sekarang". Kini semua itu sudah menjadi salah satu sisi gelapnya.

Kedekatannya dengan Henky sempat membuat konsentrasi belajarnya menurun. Dan tentu saja menjadikan orang tuanya kecewa dengan nilai-nilanya yang semakin menurun. Setiap kata-kata yang ia dengar di rumah menjadi sesuatu yang ditakuti Riska. Kata-kata mamanya nampaknya semakin menyakitkan saja. Riska sendiri masih berusaha untuk lebih tekun lagi berkonsentrasi dalam belajar. Tetapi manakala ia membuka buku pejalaran yang muncul adalah wajah Henky yang diikuti dengan lamunan dan rencana yang akan ia lakukan bersamanya esok hari.

Henky memang tidak pernah menanyakan berapa nilai ulangan dan mata pelajaran yang diajarkan. Henky hanya selalu berkomentar dengan enteng manakalan Riska menunjukkan nilai jelek dalam ulangan : “...itu tampaknya memang bukan bidang yang sesuai dengan bakatmu”.

Kedekatannya sudah sampai pada taraf yang tidak bisa dipisahkan lagi. Sehingga Riska selalu ingin selalu di dekatnya. Baik pagi, siang, malam dan setiap saat, yang ia pikirkan hanyalah Henky seorang. Sementara ia sendiri sadar bahwa apabila ia jauh darinya maka ia tidak bisa konsentrasi dalam hal apa saja, apalagi untuk belajar.

Sudah dari semula orang tua Riska tidak menyenangi hubungan itu, karena kedekatannya bukan untuk tujuan sekolah atau organisasi. Apalagi dengan melihat penampilan anakmuda itu yang terkesan kurang sopan dalam berpakaian.

Suatu ketika orang tua Riska bagai terkena petir mendengar permohonan Riska untuk menerima Henky apabila melamar untuk menikahinya. Orang tua Riska tidak menyangka bahwa Riska sudah demikian jauh berhubungan dengan Henky. Riska yang dihadapannya masih kelihatan gadis lugu yang baru keluar dari rangkulan tanganya.

Kini, di dalam kamar yang sempit ini. Riska merasakan bahwa keputusannya itu adalah suatu kebodohan terbesar dalam hidupnya. Bagi orang tua Riska sebenarnya bukan karena Henky yang berpenampilan seadanya itu yang tidak mengijinkan permohonan anaknya. Tetapi ia ingin memenuhi tugasnya sebagai orang tua dalam hal pendidikan yaitu menyelesaikan kuliahnya dulu. Apalagi mamanya yang dengan ambisius ikut menggenjot pelajaran Riska hingga bisa berguna bagi masa depannya.

Barangkali inilah saat yang tidak pernah dilupakan Riska, dan barangkali juga orang tuanya. Riska yang sudah diliputi cinta pertamanya itu justru menjadi berang dan marah-marah.

“Sampai kapan mama akan terus mendikte kehendak, menghalangi keinginan dan menyumbat nurani Riska ?”. Katanya waktu itu dengan suara keras yang jarang keluar dari mulutnya, kecuali apabila sedang merengek atau tertawa ketika digoda papanya.

Adalah Riska, yang belum mengenal benar kehidupan yang sesungguhnya. Adalah Riska yang sudah diliputi cinta buta dan tidak mampu melihat hidup dengan nyata. Ia masih sayang orang tuanya, ia masih menyukai kenangan masa lalunya. Ia tetap menghargai jasa orang tuanya yang telah mendidik dan merawatnya dan hal-hal lainnya. Tetapi ia sudah sangat yakin dengan masa depannya bersama Henky. Bayangan indah itu seakan terbentang dengan nyata. Memaklumkan keputusannya untuk memilih. Apalagi papa pada waktu itu dengan geram memberikan ultimatum padanya, entah disengaja atau terlepas ucapan “Mau ikut papa atau ikut pacarmu itu”. Riska sendiri merasa bahwa papa yang selama itu lembut dan menyayanginya bisa mengatakan ucapan yang begitu keras, dianggapnya suatu tantangan bagi dirinya untuk menunjukkan jati dirinya. Dengan berat hati ia akhirnya memutuskan suatu pilihan, walaupun dengan hati perih.

Dengan langkah tegar, walaupun dengan hati hancur, ia menjinjing tas dan menggendong ransel berisi pakaian dan keperluan seadanya, dengan satu bayangan yang semakin jelas, seakan sesuatu telah membuka tangan siap menyambutnya. Dengan keyakinan yang mantap. Tidak lupa foto papa yang selalu mengajarkan kemandirian padanya, agar dalam hidup tidak boleh terlalu pasrah menggantungkan nasib pada keadaan saja. “Hidup adalah selalu bekerja untuk menjadikannya menjadi lebih baik. Berusahalah untuk selalu menjadi yang lebih baik”. Kalimat itulah yang selalu terngiang dalam dirinya manakala ia sedang sedih.

Riska waktu itu benar-benar merasa sudah bisa mandiri dan bisa memutuskan pilihan hidupnya, usianya sudah tujuh belas tahun. Bersama Henky ia bertekad membangun kehidupan baru yang kelihatan berkilauan sinarnya. Walaupun tanpa seijin kedua orang tuanya akhirnya ia putuskan juga pilihannya dengan bulat.

Akhirnya Riska, sambil terus mendekap foto papanya, tahu bahwa tindakannya itu hanya menuruti nafsu mudanya saja yang sangat mentah. Suara keras papa yang mengultimatumnya itu, Riska yakin bahwa sebenarnya tidak berarti papa sudah tidak sayang lagi padanya.

Hidup memang lebih dari sekedar menikmati kehidupan saja. Dibalik itu dibutuhkan suatu energi yang luar biasa agar pada akhirnya dapat menjadikan kepuasan bathin baginya.

Riska akhirnya memilih kost atas biaya Henky, sambil menunggu Henky berhasil dari usaha berdagang yang dilakukan selesai jam kuliah. Tentu hal ini di luar pengetahuan orang tua Henky. Henky berjanji segera menikahinya apabila usahanya berhasil.

Hidup ternyata tidak mudah, Henky tidak kunjung sukses dalam usahanya berdagang. Uang saku Henky dari orang tuanya lama kelamaan tidak cukup untuk membiayai dirinya. Sedang usahanya tidak kunjung berhasil membuat Henky semakin frustasi dan malu pada Riska dan dirinya sendiri.

Tinggallah kini Riska dengan kesendiriannya, beberapa lamanya Henky sudah tidak pernah mengunjunginya lagi, apalagi memberikan biaya bagi kehidupannya.

Sedikit demi sedikit tabungan Riska yang dibawanya nyaris habis terpakai, sampai akhirnya datanglah seseorang yang membawanya pada bu Minah yang memberikan harapan baru baginya. Sebenarnya keputusan untuk bergabung dengan bu Minah, adalah keputusan yang sangat sulit juga bagi Riska. Hal yang paling membuatnya bingung adalah bahwa ia tidak tahu pekerjaan apa yang akan dilakukan di tempat bu Minah, di samping itu ia memang baru pertama kali ini ikut dengan keluarga lain selain dengan orang tuanya. Tetapi untuk tetap tinggal disitu ia sudah tidak mampu lagi untuk membayar uang kost dan untuk makan sehari-hari. Yang dia tahu bahwa bu Minah mempunyai salon kecantikan.

Untuk pulang ke rumah ia takut dengan omelan mamanya, yang pasti akan sangat marah dengan kepergiannya secara diam-diam itu dan perasaan malu mengakui kesalahan dalam melakukan pilihan waktu meninggalkan rumah masih mengendap di dalam kalbunya. Terutama pada papanya yang entah disengaja atau tidak memberikan ultimatum kepadanya untuk ikut papa atau Henky.

Akhirnya ia memang harus memutuskan salah satu pilihan. Tawaran bu Minah nampaknya adalah yang terbaik baginya.

Oleh bu Minah, Riska dilatih keterampilan memotong rambut dan perawatan kecantikan lainnya untuk membantu bu Minah kelak di salonnya. Riska juga sudah mahir merias untuk kepentingan sendiri. Bahkan sudah mampu membantu bu Minah dalam merias dirinya, sakli-kali teman bu Minah pernah juga diriasnya. Riska bahagia dengan keterampilannya itu.

Namun diam-diam Riska bertanya, mengapa ia tidak pernah diajak ke tempat salon kecantikannya itu. Bu Minah selalu mengelak apabila Riska ingin ikut bu Minah ke tempat kerjanya. Alasannya macam-macam.

Sampai suatu ketika Riska benar-benar tidak menyangka bahwa, ternyata tinggal bersama bu Minah adalah hal yang dapat mendorong Riska kejurang yang lebih pahit. Riska sadari itu. Ia mulai curiga dengan tingkah laku bu Minah yang selalu berdandan sangat menor itu. Apalagi seringnya ia membawa tamu bermacam laki-laki ke rumahnya sampai larut malam. Instink Riska tidak menerima itu. Bu Minah yang dikiranya baik hati, menyimpan niat yang paling ditakuti Riska, yaitu pelan-pelan akan menceburkan Riskake dunia hitam.

“ Aku harus keluar dari rumah ini. Segera !” begitu tekadnya dalam hati.

Diambil ransel dan tas bepergian Riska yang dibawa Riska sejak meninggalkan rumah. Dengan hati hancur ia masukkan satu demi satu pakaian ke dalam tas dan ranselnya. Air matanya semakin deras ketika terakhir akan memasukkan foto ayahnya itu. Sekali lagi didekapnya foto itu sebelum akhirnya memasukkannya ke dalam tasnya.

“Pa ... ma, ..... maafkan Riska pa ..... , Riska mau pulang ma ...” Bersamaan dengan itu pecahlah tangis Riska, disertai derai air matanya. Larutlah gumpalan duka yang menghimpit dadanya. Hilanglah segala macam perih yang menyayat hatinya. Untuk beberapa lama, tubuhnya terguncang-guncang menahan gejolak tangisnya.

Dengan berat Riska pelan-pelan mulai bisa mengendalikan perasaannya, berusaha tegar, begitulah nasehat ayah Riska yang selalu terngiang dalam telinganya. Riska siap menerima kemarahan mama dan papanya. Riska bertekad untuk keluar dari rumah ini dan pulang ke rumah adalah tujuannya. Bagaimanapun rumah adalah tempat yang terbaik bagi dirinya. Riska tahu itu. Dengan pikiran tenang dan lebih dewasa.

Dengan air mata yang masih sembab ia sekilas melihat jam tangannya yang sudah menunjukkan angka 01.30.

“Oh ...... sudah sangat larut” pikirnya “mudah-mudahan penghuni rumah ini sudah tertidur dan tidak mengetahui kepergiannya”

Dengan mengendap-endap ia buka pintu kamarnya, dan segera keluar dengan cepat dari rumah bu Minah.

Riska berteriak ketika melintas apa yang ditunggunya “ Taksi !, .... pulang ke rumah pak”

Untuk beberapa saat pengemudi taksi belum menjalankan mobilnya walaupun Riska sudah duduk manis di jok belakang “Pulang kemana neng ...?” Riska tersentak, bersamaan dengan menyebut alamat rumahnya tergambarlah wajah mama, wajah papa, wajah bibi dan wajah si endut adiknya terbayang semua. Iapun tidak peduli lagi apa reaksi mereka semua.

Di dalam taksi menuju rumahnya, senyum Riska tiba-tiba mengembang, dan itu salah satu petunjuk bahwa dirinya telah dapat menyelesaikan persoalannya. Dan itu mungkin adalah prestasi pertamanya dalam menyelesaikan masalah yang yang menghimpitnya. Kemenangan Riska adalah keberhasilan memutuskan masalah yang menimpanya.

****

Bekasi, November 2002

Senin, 05 Oktober 2009

CERNAK

DI KAMAR KAK HOBY
oleh : Gunnar S.


Kriiiiiiiiing.

Kriiiiiiiiing.

Setelah dua kali telpon rumah berdering, ibu menghentikan kegiatan menanggalkan bajuku yang baru setengah selesai, dan segera mengangkat telpon itu.

“Hallo ....” terdengar suara ibu penuh tanya siapa gerangan yang telpon pagi-pagi begini. Setelah beberapa saat kemudian, ibu hampir berteriak kegirangan. Ibu mendapat telpon dari teman lamanya. Jarang sekali ibu mendapat telpon dipagi-pagi hari seperti ini. Kecuali telpon dari Ayah yang ketinggalan dompet atau barang lainnya dari perjalanannya ke kantor.

Seperti biasanya ibu memandikanku setelah selesai membereskan Kak Hoby, dari mulai membantu berpakaian, membantu memasukkan buku ke dalam tasnya, memasukkan bekal sampai mengantar ke tempat jemputan ke sekolahnya.

Ayah sebelumnya sudah berangkat ke kantor, setelah mencium keningku sambil mengucapkan kata perpisahan dan nasehat seperti biasanya “jangan nakal ya”.

Kalau tidak ada telpon pagi ini, tentu Ibu sudah menelanjangi dan memandikanku dengan air hangat diember.

Ibu nampaknya sedang melepas kerinduan dengan teman lamanya, sehingga pekerjaan rutin memandikanku menjadi tertunda. Tidak apa, aku toh dapat memanfaatkan waktuku untuk memulai bermain menjelajahi rumah ini.

Kaos singlet yang masih belum sempurna terlepas masih menyangkut dikepalaku, dengan sekali renggut lepaslah benda itu dari kepalaku, sehingga kepalaku menjadi agak ringan dan bebas. Kutengok kekanan dan kekiri, menangkap sesuatu yang barangkali menarik perhatianku.

Oh.. itu kamar Kak Hoby masih terbuka, kira-kira ada apa ya di dalam sana, dengan sepenuh tenaga aku merangkak cepat ke arah kamar Kak Hoby. Kamar Kak Hoby masih berantakan, guling yang jatuh dilantai belum dirapihkan.

Padahal setiap pagi Ibu selalu mengingatkan agar habis tidur jangan lupa merapihkan tempat tidur. Aku sendiri belum diberi tugas membereskan tempat tidurku yang ibu sering sebut “box bayi”, kalau sudah TK pasti aku juga tidak luput dari kewajiban itu.

Di dalam box bayi itulah sebagian waktuku habis. Paling tidak di sembilan bulan setelah kelahiranku. Oleh karena itu, ibu juga sangat menjaga benar box bayiku tersebut, selain menyediakan kasur busa dan bantal guling mini beserta sprei putih bersih, nampaknya banyak juga benda-benda aneh yang ada disitu dengan warna-warna yang mencolok, seperti merah, kuning, hijau dan sebagainya, rasanya bosan juga berada di situ.

Kini aku sudah bisa merangkak kemanapun aku mau walaupun kadang-kadang Ibu melarangku menuju tempat-tempat yang kotor dan basah. Pelarangan itu aku anggap tidak adil, karena Ibu dan Bik Siti sering juga bermain basah-basahan di belakang rumah tersebut.

Kalau sudah begitu paling aku hanya bisa menangis, karena tidak ada cara lain untuk mengungkapkan ketidak puasanku.

Kini ibu sedang asik telpon dengan temannya.

Oo... itu buku Kak Boby terjatuh, gambarnya cukup menarik. Gambar-gambar binatang dengan tulisan-tulisan dibawahnya. Aku pungut benda itu, wah ada gambar binatang, tetapi buku itu tampaknya tidak bisa dibuka, aku ingin tahu gambar apa saja yang ada di dalam buku itu. Aku berusaha dengan sekuat tenaga, dengan mengguncang-guncangkan buku itu ke kanan dan kekiri, wah ! susahnya bukan main. Dan ....breeeet...., suara apa itu ya, kalau Kak Hoby yang membuka buku ini kok tidak berbunyi seperti itu. Belum sempat kuanalisa bagaimana cara Kak Hoby memperlakukan buku ini, pandanganku sudah menemukan obyek lainnya.

Tetapi tunggu dulu benda apa itu di dalam kolong meja belajar Kak Boby.

Aku dekati benda itu, bentuknya bulat dan warnanya merah, Kak Boby sering memainkan benda itu. Aku jadi ingin memainkannya seperti Kak Boby, tetapi ketika kusentuh benda itu menggelinding menjauhiku, wah susah juga bermain bola seperti Kak Boby.

Beberapa kali aku hendak memegangnya tetapi selalu saja gagal, benda itu selalu menggelinding menjauhiku. dan aku menjadi semakin penasaran, benda itu selalu menjauhiku. Akhirnya aku kelelahan di bawah kolong tempat tidur kak Boby. Ketika aku diam tertelungkup benda itu malah mendekatiku. Wah betapa senangnya aku, akhirnya benda itu berada didekatku, kuperhatikan benda bulat yang mengasikkan itu.

Belum sampai puas memperhatikan benda bulat yang lucu itu, kulihat kaki ibu, kemudian wajahnya yang cantik menyembul melongokku.

Dan selesailah petualanganku hari ini yang sangat mengasyikkan.

Kamis, 01 Oktober 2009

SEBUAH RENUNGAN

MENARIK BENANG MERAH DARI TSUNAMI ACEH SAMPAI GEMPA PADANG

30 September 2009


Entah oleh sebab apa ini aku tak tahu


Yang jelas alam telah menseimbangkan dirinya dengan baik

Sebagaimana ciptaan-ciptaan terbaik lainnya.


Manusia hanya bisa bertutur lirih

Jangan-jangan Allah murka dengan tindakan kita


Atau,


ini peringatan bagi yang benar agar tidak berbuat yang tidak benar

dihadapan kita, disekitar kita, bencana sering datang tanpa kita menyiapkan diri sebelumnya. Dan itu minimal yang dapat kita ambil hikmahnya.


Manusia hanya bisa berserah diri, ini alam silahkan berkehendak sesuai nalurimu

Mencari keseimbangan barangkali adalah tugas dalam rangka mencari keabadian.

Merubah diri adalah dalam rangka menyesuaikan dengan jamannya

Merevolusi adalah cara alam mengantisipasi adanya perubahan itu sendiri, dalam rangka menjalin kaitan yang lebih luas dengan alam semesta


Manusia hanya bisa bertutur,

cuaca semakin berat untuk mendukung alam menghasilkan bahan pangan yang cukup bagi manusia yang semakin bertambah.


Apakah bencana ini termasuk rencana alam dalam menyeimbangkan dirinya.

Apakah ini gejala lain alam khususnya bumi dalam mengantisipasi perubahan alam semesta

yang menjadikan bumi ini makin sulit ditanami,

makin sulit mempertahankan air hujan pada akar-akar pohon dipegunungan, berkurangnya debit air tanah bagi kehidupan manusia,

bertambahnya panas hingga tanaman tertentu satu per satu musnah karena berubahnya cuaca

atau berubahnya sawah yang sudah tidak produktif menjadi pemukiman padat


Allah Tuhanku,

Akankah ada niatmu memusnahkan ciptaan sempurnaMU ini tanpa makna

Adakah maksud yang tersembunyi di balik bencana ini.


Ini memang mutlak rahasiaMU

Kami, manusia mohon ijin untuk menafsirkan rahasia Mu

Selasa, 15 September 2009

CERNAK

PERTAMA KALI DHEA TIDUR SENDIRI
Oleh : Gunarso



Pesta ulang tahun Dhea baru saja berakhir, teman-temannya sudah pulang dengan membawa bingkisan ulang tahun yang telah disediakan. Kue ulang tahun dengan lilin bertuliskan angka 9 ditengahnya sudah tinggal lilinnya saja untuk disimpan sebagai kenang-kenangan. Bingkisan ulang tahun yang berisi aneka makanan kecil dan mainan sebagai hadiah sudah tidak tersisa, sudah habis dibagikan kepada tamu-tamunya yang datang mengucapkan selamat ulang tahun baginya.

Dhea ikut membantu membersihkan dan membereskan ruang tamu setelah dipakai untuk pesta ulang tahun.


Masih terngiang di telinga Dhea ketika papa mengucapkan selamat ulang tahun kepadanya dengan membisikkan suatu kalimat yang masih diingatnya “Selamat ulang tahun Dhea, kamu sudah besar sekarang, sudah semakin dewasa. Mudah-mudahan kamu menjadi anak yang pinter, berbakti kepada orang tua dan agama”.

Dhea mendapat hadiah yang sangat itimewa dari papa dan mama, yaitu sebuah kamar sendiri. Kamar itu tadinya tidak terpakai dan hanya dipakai sebagai gudang, kadang-kadang dipakai juga untuk kamar tamu, kalau ada tamu yang menginap. Kini telah menjadi milik Dhea, dengan foto dirinya terpajang di salah satu dinding kamarnya. Hadiah-hadiah ulang tahun dari teman-temannya sebagian masih teronggok di sudut kamarnya. Hadiah yang berupa hiasan dinding sebagian sudah ditempel di sana-sini. Pada saat mengatur dan menempel hiasan itu mama-papa nya membantu.


Malam itu Dhea merasa lelah namun ia puas. Didampingi berbagai macam boneka-boneka kesayangannya, sambil berbaring terus menerus memandang satu persatu perabotan yang ada di ruangan itu.


Kamar itu tidak luas benar tetapi cukup nyaman untuk ditempati. Ada lemari pakaian, meja belajar, ada lemari kecil yag berfungsi sebagai rak tempat buku-buku sekolah dan benda-benda kesayangan lainnya dan tentu saja tempat tidur yang lembut. Semua diyukuri oleh Dhea.


Rak buku pelajaran dan tempat benda-benda kesayangannya adalah hadiah dari papa-mama pada saat Dhea mendapat ranking kesatu disaat kenaikan kelasnya yang terakhir.


Foto setengah badan ukuran kartu pos terpajang di salah satu bagian rak buku belajarnya. Kelihatannya lucu sekali. Pipinya yang montok itu dulu sering membuat bu Rani, guru TK-nya, gemas dan sering mencubit. Dhea tersenyum geli mengingatnya sambil memegang pipinya yang sudah tidak montok lagi.


Di samping foto itu, atas inisiatif Dhea diletakkan boneka beruang kesukaannya yang dibeli dengan hasil tabungannya di sekolah waktu kenaikan kelas yang terakhir.


Ada jam dinding kesayangan Dhea dengan gambar salah satu tokoh kartun kesayangannya. Dulu jam dinding itu ditempel di salah satu dinding ruang keluarga. Jam dinding itu adalah pemberian nenek ketika berkunjung dan menginap, Dhea sering tidur bersama neneknya disini kalau menginap, ya di kamar ini. Nenek suka berceritera tentang masa kecilnya yang bahagia kepada Dhea. Dan Dhea senang mendengar ceritera nenek yang selalu membuat dirinya ikut berbahagia.


Neneknya seakan tahu bahwa ia menyukai tokoh kartun yang satu itu. Tokoh kartun itu selalu memandangnya dengan ramah dimanapun dia berada.


Dhea sebenarnya sudah merasa mengantuk, tetapi ia masih senang melihat-lihat sambil mengenang benda-benda yang disukainya itu.


Dan. Oh… ada bola di bawah kolong meja belajarnya. Apakah Dhea suka bermain bola ?. Dhea lagi-lagi tersenyum. Dasar anak laki-laki, pikirnya. Itu adalah pemberian kak Seto, saudara sepupunya, hari Minggu lalu. Kak Seto dan ayahnya kemari khusus untuk mengucapkan ulang tahunnya itu. Soalnya pada hari ulang tahunnya ia tidak bisa hadir karena harus mengikuti lomba membaca bahasa Inggris di tempat kursusnya. Dhea mengucapkan terima kasih dan menghargai pemberian kak Seto tersebut. Bola itu tetap disimpan sebagai kenang-kenangan.


Sambil tetap berbaring ia memandandang apa yang tepajang di rak bukunya. Buku-buku bacaan dari teman-temannya sudah tersusun dengan rapi. Belum sempat dibaca. Dhea sengaja menahannya untuk tidak membacanya dahulu sampai tiba waktunya hari libur. Ada juga alat-alat lukis dan gambar seperti krayon, cat air dan pensil warna tetap disimpannya dengan rapi. Dan banyak sekali hadiah dari teman-temannya. Atas anjuran papa hadian-hadiah yang belum digunakan supaya disimpan dahulu sampai suatu saat ia membutuhkannya.


Dhea senang sekali malam itu, tidak terasa jam di dinding kamarnya sudah menunjukkan pukul 09.00 malam. Rasa kantuknya sudah tidak dapat ditahan lagi. Dan boneka beruang besar yang menungguinya dengan sabar di sebelahnya ia peluk erat-erat sebelumnya akhirnya Dhea tertidur dengan mulut tersenyum.


Untuk pertama kalinya Dhea tidur di kamar sendiri tidak ditemani mama dan papa. Tidak merasa takut karena Dhea hanya memikirkan hal-hal yang menyenangkan, tidak memikirkan hal-hal yang menakutkan.

Senin, 07 September 2009

OLEH-OLEH DARI JERMAN


Oleh : Gunarso



PERJALANAN KE LUAR NEGERI

Perjalanan saya beserta keluarga (isteri dan kedua anak saya Gelang dan Okti) ke Frankfurt AM kali ini adalah untuk kali pertama kami ke luar negeri. Perjalanan itu pada mulanya tidak memberinya kesan yang bagus. Dari jadwal pemberangkatan pukul 21.00 WIB ternyata diundur sampai satu jam lebih, keterlambatan totalnya adalah sekitar 12 jam perjalanan ke Frankfurt (Kota Frankfurt di Jerman memang ada dua, yaitu Frankfurt Am Main, maksudnya di tepi sungai Main, yang kami kunjungi itu dan Frankfurt, tanpa AM, yang berlokasi di Jerman bagian Timur Laut. Dalam tulisan berikutnya yang dimaksudkan dengan Frankfurt adalah Frankfurt AM).

Take Off pesawat yang tertunda sampai 1 jam lebih dari bandara Soekarno Hatta memang membuat hati ini tidak merasa nyaman. Bahkan ketika pesawat berhasil lepas landaspun, sebenarnya masih diliputi keragu-raguan yang saya sendiri tidak tahu disebabkan karena apa. Pramugari yang dengan gesit menyajikan minuman dan makanan ringan, jujur saja, masih belum mampu mengusir ketidaknyamanan dalam penerbangan ini. Melintasi laut Sunda pesawat Boeing 747 Garuda Indonesia yang berkapasitas sekitar 400 orang itu masih berjalan mulus diatas awan dengan ketinggian 10.000 meter diatas permukaan laut.

Tepat di atas Sumatera Barat, pilot mengumumkan bahwa pesawat dengan terpaksa akan kembali ke Bandara Soekarno Hatta karena gangguan mesin. Benar saja firasat saya, pikir saya. Perjalanan waktu itu baru berjalan sekitar 30 menit. Perjalanan kembali ke Jakarta dengan salah satu mesin mati, karena kelihaian sang pilot menjadi tidak terasa aneh.

Tidak kali ini saja saya mengalami gangguan yang menyebabkan pesawat kembali ke landasan tempat asal. Dalam rangka mudik lebaran tahun 1998. Setiba di atas Bandara di Yogyakarta, tiba-tiba cuaca berkabut, setelah pesawat berputar-putar dan berusaha dipaksakan turun di landasan Adi Sucipto sebanyak tiga kali, akhirnya diputuskan bahwa pesawat tidak bisa mendarat dengan cuaca seperti itu dan kembali lagi ke Jakarta menunggu cuaca baik.

Hampir 2 jam kami menunggu perbaikan mesin di ruang tunggu. Setelah selesai kami diberitahukan untuk kembali memasuki pesawat yang akan kembali meneruskan perjalanan menuju Singapura untuk selanjutnya langsung ke Frankfurt.

Perasaan lapar sudah mulai mengganggu perut kami. Apalagi Gelang dan Okti, yang sejak sore belum sempat makan malam yang benar. Karena perjalanan kami dari rumah memang sudah dari jam 5 sore.

Setelah mencari-cari kantin yang buka bersama ibunya. Akhirnya menemukan juga lokasi catering yang melayani perjalanan kami. Lumayan juga, untuk mengisi perut agar tidak masuk angin, apalagi dengan cuma-cuma, alias tidak mau dibayar.


BERMALAM DI SINGAPURA

Lepas landas yang kedua kali ini (sekitar jam 12 malam) berjalan mulus bahkan sampai di Bandara Changi Singapura, sesuai dengan jadwal. Namun kami sebenarnya merasa rugi karena sampai di Changi sudah dini hari (sekitar jam 03.00 pagi). Bandara yang terdiri dari tiga lantai ini terkesan sangat modern dan luas , setiap sudut terdapat TV Flat Hitachi type terbaru ukuran 39 Inc. Dilengkapi dengan pertokoan dan super market yang mewah, tetapi itu sudah sepi.

Kami tidak bisa melihat-lihat pertokoan itu. Beberapa orang saja yang sedang sibuk, seperti para pekerja keturunan India yang tengah bertugas sebagai perawatan gedung, atau hanya melakukan pembersihan saja.

Transit selama 40 menit, memang tidak banyak yang bisa dikerjakan. Apalagi dalam keadaan toko-toko tutup, sehingga untuk melihat-lihatpun tidak ada obyeknya. Kami hanya berkeliling saja sambil mengagumi kemegahan Bandara Changi yang modern ini.

Setelah waktu yang disediakan selesai kami segera ke ruang tunggu untuk menunggu panggilan memasuki pesawat. Namun sampai dengan satu jam belum ada tanda-tanda penumpang untuk boarding.

Tidak lama kemudian ada pengumuman bahwa pesawat masih dalam perbaikan. Para penumpang akan diberikan tempat untuk beristirahat di berbagai hotel di Singapura.

Dengan sigap petugas-petugas segera mengatur perjalanan kami ke Hotel, antara lain dengan memberikan dan menempelkan sticker yang menunjukkan bahwa kami adalah penumpang penerbangan yang tertunda pada ujung kerah baju.

Lalu petugas lain membimbing para penumpang menuju bus-bus dan alat angkut lain yang nampaknya sudah dipersiapkan dengan cepat. Sebagaian menggunakan bus-bus yang siaga dan lainnya menggunakan taksi-taksi yang mangkal di situ.

Kami sekeluarga diantar dengan menggunakan taksi ke Copthorne Orchid Hotel, salah satu hotel bintang 5 di Singapura yang lumayan nyaman. Setelah sampai supir taksi segera mengurus sesuatu ke manajemen Hotel dan setelah berpamitan kepada kami dengan sopan iapun berlalu. Kami tidak usah repot-repot mengeluarkan ongkos angkut yang memang bukan kewajiban kami.

Kami beristirahat dengan nyaman di hotel berbintang itu, sambil menunggu pengumuman kapan pesawat selesai diperbaiki. Kami ditempatkan pada kamar ukuran keluarga (satu tempat tidur besar dan satu unit tempat tidur tingkat untuk dua orang). Badan terasa letih dan mengantuk, tetapi kami tidak bisa tidur dengan nyenyak. Karena segala perlengkapan seperti baju ganti, semuanya ada di bagasi. Kami hanya membawa baju hangat saja. Setelah mandi air hangat sepuasnya kami agak merasa nyaman. Apalagi sarapan berupa roti bakar hangat, jus jeruk dan buah sudah cukup disajikan di dalam kamar.


Jam dua belas siang kami makan siang di hotel (semuanya atas beban perusahaan penerbangan) dengan selera sedikit Indonesia, mungkin karena kebanyakan penumpang penerbangan ini adalah dari Indonesia.

Waktu yang 12 jam tersebut terbuang dengan sia-sia di Singapura. Tidak bisa berbuat banyak memang, di samping kami tidak sedia dollar Singapura, juga waktu yang belum bisa ditentukan inilah yang bagi kami tidak bisa ke mana-mana. Hanya di lingkungan hotel saja. Cuaca yang tidak mendukung pun melengkapi keengganan kami berjalan-jalan keluar hotel atau keliling kota. Memang sedang musim hujan di Singapura.


Akhirnya setelah makan siang, kami mendapat informasi bahwa pesawat sudah selesai diperbaiki dan akan terbang meneruskan perjalanan ke Frankfurt jam 3 sore waktu Singapura.

Jam 2 siang kami sudah siap di ruang tunggu setelah selesai pemeriksaan imigrasi dan lain-lain. Seperti biasa, karena kami membawa anak-anak, selalu didahulukan, seperti memasuki bus-bus, pesawat, tempat keramaian dan lain-lain. Akhirnya pukul 3 sore tepat pesawat Boeing 747 seri 200 Garuda Indonesia segera berangkat langsung menuju Frankfurt. Perjalanan ini memakan waktu 11 jam. Sejak pesawat melintasi lautan sebelah Selatan India, baru udara dingin mulai menusuk tulang. Suhu di luar pesawat terukur 30 derajad Celsius di bawah nol. Untung kita sudah sedia jaket tebal, melengkapi selimut yang tersedia. Tiap jam pramugari keliling menawarkan minuman ringan dan kue-kue pengganjal perut.

Pesawat mendarat di Flughaven Frankfurt (Bandara) tepat pukul 9 malam waktu Frankfurt (beda waktu dengan WIB adalah 7 jam). Karena waktu itu sudah memasuki musim panas, jadi pada pukul 9 malam matahari belum sempurna tenggelam. Suhu waktu itu adalah 9 derajat Celsius, cukup sejuk. Flughaven merupakan pintu gerbang untuk memasuki Eropa. Terdiri dari dua terminal, terminal II masih belum dipakai karena baru selesai dibangun.

Stasiun kereta api (AiRail Terminal Frankfurt Airport) yang akan memadukan alat transportasi udara dan train, walaupun sudah selesai tetapi belum dibuka, rencana pembukaan seminggu lagi (30 Mei 1999). Penumpang pesawat yang akan berganti naik kereta ke wilayah lain di Eropa tidak usah lagi ke Stasiun Pusat di Frankfurt (Haupbahnhauf).

Kami berjalan mengikuti rombongan keluar pesawat ke ruang pengambilan barang. Tidak berapa lama barang barang bawaan saya muncul dari bawah lantai dengan sensor yang canggih, sehingga ruang yang tidak terlalu lebar dapat mengatur perjalanan koper-koper secara efisien dan rapih. Kembali saya sekeluarga mendapat pelayanan yang baik oleh pihak imigrasi, koper dan bawaan saya tidak digeledah sebagaimana dilakukan terhadap penumpang lain, mungkin karena saya membawa keluarga sehingga mendapat perlakuan yang baik dari imigrasi yang trkenal angker. Sepanjang perjalanan keluar Airport sepintas saya melihat keadaan Bandara yang sudah tua namun tampak bersih, dan terawat. Kalah modern dengan Bandara Changi di Singapura.

Di ruang penjemputan saya sudah ditunggu oleh kakak saya, bersama sama saya diantar dengan taksi. Ke tempat tinggal kakak saya yang sedang bertugas sementara di PT Garuda Indonesia yaitu sebuah flat yang cukup luas dan untuk ukuran Indonesia termasuk mewah di Jalan Westendplats – Frankfurt AM.

Dari bandara ke Westendplat sekitar 30 menit perjalanan.

Untungnya melakukan perjalanan di Eropa pada musim panas adalah bahwa matahari bersinar lebih lama, sehingga sampai dengan pukul sembilan malampun masih kelihatan sore. Meskipun demikian udaranya sejuk, sehingga tidak mudah membuat badan berasa capek sedikitpun walaupun perjalanan banyak dilakukan dengan berjalan kaki.
Okti segera melepaskan rindunya dengan Meita sedang Gelang langsung terlibat canda dengan Aldi. Aldi dan Meita adalah anak kedua dan ketiga kakak saya, sedangkan anak ketiga tinggal di Denhaag – Belanda satu-satunya sekolah Indonesia di Eropa, kebetulan juga tidak sedang libur sekolah.


OBYEK WISATA

Hari pertama, hari Sabtu, kami diajak berjalan-jalan ke Romerberg, pusat kota Frankfurt, kota tua abad 17 yang bebas dari bumi hangus tentara sekutu pada perang dunia ke 2. Bangunan bekas balaikota merupakan salah satu bangunan kuno, gedung empat lantai merupakan bangunan dengan perpaduan kayu dan tembok. Semuanya masih tampak terawat dengan baik. Wajar sekali apabila tempat ini dijadikan tempat pariwisata bagi orang dari luar Jerman yang mengagumi keanggunan bangungan bangsa Jerman pada waktu lalu.

Eiserner Steg, sebuah jembatan dari baja yang melintasi sungai Main, yang membelah kota Frankfurt, juga menjadi tempat wisata di sekitar Romerberg kuno. Jembatan ini lebih sebagai peninggalan sejarah saja. Dikhususkan bagi pejalan kaki yang dari Romer ke arah Museumsufer yang ada di jalan Schaumainkai. Dikedua sisi Eiserner Stieg ini, ada jembatan modern yang cukup besar Alte Brucke di sebelah Timur dan di sebelah Barat Untermain Brucke.

Ada lagi obyek wisata yang jarang dijumpai di kota-kota lain ialah pasar loak di sepanjang pinggiran sungai Main. Tepatnya di Schaumainkai itu. Dari mulai benda-benda bekas sampai dengan benda-benda antik bisa dijumpai di sini dari mulai Gitar antik, radio antik, keramik dan lain-lain. Harganya pun bisa ditawar.

Gereja St. Leonard (1829) adalah bangunan kuno yang masih aktif digunakan untuk acara-acara keagamaan, namun demikian bagi pengunjung yang hanya ingin melihat interior bangunan ini juga dipersilahkan dengan bebas. Patung tokoh-tokoh kota dan pendiri gereja masih terukir dengan bagus. Dengan lonceng di atas menara yang tingginya bisa mencapai 75 meter menghasilkan gaung yang menggetarkan seluruh isi bangunan dan di luar gereja apabila dibunyikan. Kami terkejut mendengar suara lonceng itu ketika masih berada di dalam gereja itu.

Sentrum kota yang baru adalah tepat di samping kota kuno Romerberg ini. bangunan pertokoan yang serba baru berdiri megah di sana. Toko-toko sudah mulai menggelar meja-kursi dihalaman pertokoan mereka untuk persiapan kafe musim panas. Pengamen dengan lincahnya memainkan alat-alat musik yang mangkal di ujung jalan menambah semaraknya kota menyambut datangnya musim panas. Yang paling lengkap dan besar adalah pasar swalayan Hertie.

Tempat ini memang diperuntukkan untuk jalan-jalan, mobil dan motor tidak diperkenankan memasuki areal ini. Burung merpati yang jinak masih banyak terdapat disana, mereka akan berkumpul kalau kita jongkok menebarkan roti ke arahnya.

Gelang dan Okti sangat senang memberi makan burung-burung itu dengan potongan roti. Meskipun harus berbagi dengan roti kesayangannya Hot Dog yang baru saja dapat traktiran makan siang.

Sewaktu kami jalan-jalan disana sempat menyaksikan sekelompok musikus jalanan yang sedang mempertontonkan kebolehannya. Masing-masing berpenampilan seperti badut tetapi mereka memainkan musik dengan bagus. Ada yang memainkan drum, terompet gitar dan lain-lainnya.

Gedung parkir yang berkapasitas ribuan mobil selalu ramai dan tidak pernah sepi. Namun demikian tidak terlihat seorang petugaspun di sana. Semuanya dengan menggunakan mesin, tidak ada penjaga parkir disitu. Mengambil karcis dan pembayaran dilakukan dengan mesin. Pintu parkir akan otomatis terbuka apabila uang parkir sudah dibayar dengan cukup. Sebelum masuk gedung parkir ada informasi jumlah ruang parkir yang kosong.

Di tengah-tengah bangunan parkir ini, masih ada peninggalan bersejarah berupa pondasi puri yang bernama Carolingian Koenigspfalz yang masih dijaga dan dilestarikan. Dengan luas sekitar 50 x 50 meter, terdapat onggokan batu-batuan yang tersusun mirip sebuah bekas bangunan semacam kerajaan yang pernah ada di kota itu.pernah ada di kota itu. Situs ini baru ditemukan pada tahun 1953.

Untuk jalan-jalan di sana harus disiapkan uang receh untuk buang air kecil dibutuhkan dengan tarif 50 penny (100 penny = 1 DM = 0.50 uero) , meskipun ada juga toilet umum yang gratis.


MUSEUM SANGENBERG

15 menit perjalanan kereta bawah tanah dari Romer adalah sebuah museum biologi Sangenberg. Beribu-ribu jenis satwa yang telah mati dan diawetkan disimpan di sini. Dari mulai bangkai binatang yang sudah mati seperti kucing, ular, bermacam-macam burung, bermacam-macam jenis rusa, dan bermacam-macam jenis hewan langka lainnya dapat ditemui disini. Seekor ular Anakonda yang diawetkan sedang memakan babi hutan sempat mendapat perhatian yang cukup banyak dari pengunjung.

Sangenberg tidak hanya mengkoleksi hewan langka tetapi juga fosil binatang purba (dinosaurus) seperti Tyranosaurus, Brontosurus, Triceratop, Mamoot dll. Tulang-tulang Tyranosaurus dan mamoot (gajah berbulu) sepertinya masih lengkap dan dirangkai dengan kawat-kawat baja yang kokoh. Karena binatang ini tergolong tinggi dan besar maka penempatan diletakkan di ruang tengah atau ruang utama gedung ini. Mungkin memang sesuatu yang sangat dibanggakan oleh museum ini, Sehingga menjadi pusat perhatian.

Mumi yang berasal dari Mesir, kerangka manusia purba, termasuk tengkorak manusia purba yang ditemukan di Jawa (Indonesia) dapat ditemukan di sana.. Mumi seorang anak kecil masih terbungkus dengan rapi dengan kain yang dimasukkan ke dalam suatu gerabah, konon benda ini sudah berusia ribuan tahun yang didapat dari Mesir..

Museum ini juga mengkoleksi batu-batuan dari berbagai belahan bumi ini, termasuk batu-batu permata dari berbagai pelosok dunia. Dan batuan yang diambil dari bulan pada waktu pertama kali manusia mendarat di bulan.





HAUPBAHNHAUF ( STASIUN KERETA API ANTAR BENUA )

Kesibukan kota Frankfurt sebagai pusat perbankan di Eropa terlihat dari stasiun kereta antar benua yang berada di tengah-tengah kota. Haupbahnhauf adalah stasiun kereta antar benua yang bisa mengakses ke hampir kota-kota besar yang ada di Eropa. Semua kegiatannya ada di bawah tanah. Sehingga tidak menimbulkan kesemrawutan dan bising . Pada waktu pembangunannya antara tahun 1881 s/d 1888 stasiun ini berada di tanah lapang, kini berada di pusat kota. Secara fisik bangunan itu tetap seperti semula meskipun sudah dipermodern dengan sarana yang lebih modern. Stasiun ini melayani 1.700 perjalanan kereta dan mengangkut sekitar 350.000 penumpang per hari.

Mengenai angkutan massa ini, digunakan sarana-sarana seperti subway untuk kereta listrik dalam kota, kereta listrik lewat jalan raya yang mengikuti aturan bersama mobil, rangkaiannya tidak begitu panjang,maksimal 4 gerbong. Sedangkan angkutan kereta antar negara adalah kereta-kereta yang berkecepatan tinggi diatas 400 km/jam melalui jalur layang.

Di daerah sekitar Stasiun ini terdapat pertokoan yang cukup ramai pengunjung khususnya bagi para touris yang berasal dari luar kota/negara. Dari mulai supermarket, toko-toko jam tangan, kamera (tustel), sex shop, pertunjukan-pertunjukan yang khusus untuk dewasa. Toko Asia saja banyak macamnya, dari mulai yang khas Muangthai, India, China dan melayu dapat ditemukan disini. Di daerah ini konon merupakan data statistik tertinggi dibidang kriminalitas di seluruh Jerman. Ada semacam kios di suatu sudut jalan khusus melayani pecandu narkotika untuk mengantri untuk disuntik dalam dosis yang ditentukan. Program pemerintah ini konon termasuk juga untuk mengurangi angka kriminalitas.

Kaufhalle adalah salah satu supermaket yang cukup besar dan lengkap di Haupbahnhauf. Sedangkan minimarket yang dekat tempat menginap adalah Tangelmen masih di lingkungan Westendplats.

Bulan Mei memang belum musim panas benar, sehingga suhu udara yang cenderung sejuk, menyegarkan semangat kami untuk berjalan-jalan sehingga tidak terasa capek. Namun apabila matahari tertutup awan, segera saja angin dingin menerpa tubuh kami, dalam keadaan demikian suhu bisa mencapai 6 derajat Celsius. Mungkin karena terbiasa jadi suhu yang 6 derajat itu masih dapat ditanggulangi, bahkan menjadikan tubuh jadi sejuk tidak berkeringat. Di samping terkenal sebagai pusat perbankan, kota yang indah dan sebagai pusat perdagangan di Jerman, ternyata menyandang predikat kota yang paling tinggi angka kriminalitasnya.

Di daerah Haupbahnhauf, terdapat pusat layanan yang diadakan pemerintah bagi orang-orang pecandu narkotika. Bagi pecandu narkotika mendapatkan suntik gratis disini. tentu dengan dosis yang terukur sehingga lebih bersifat penyembuhan. Pertimbangan lainnya adalah agar mereka tidak melakukan kejahatan, karena pecandu ini membutuhkan biaya yang banyak untuk memenuhi kebutuhannya itu.

Pada waktu saya berjalan-jalan di sana, tiba-tiba datang seorang gadis menghampiri saya untuk menukar dengan uang kecil. Secara spontan saya jawab bahwa saya tidak punya uang, sebelum terlibat pembicaraan yang lebih panjang saya segera berlalu. Dan si gadis kembali kepada gerombolannya yang terdiri dari empat orang pemuda yang berpenampilan kumuh. Menurut ceritera orang jangan banyak terlibat pembicaraan dengan orang asing di sana, harus hati-hati, salah-salah bisa jadi korban penipuan atau bahkan korban pemerasan.


RUDESHEIM

Sekitar 60 km sebelah tenggara Frankfurt, tepat di pinggir sungai Rhein, terdapat kota kuno abad 11, kota itu bernama Rudesheim (Rudesheim am Rhein). Bangunan bekas puri dari batu-batuan yang dijadikan museum Bir masih tegak berdiri dan terawat. Kota yang lebih mirip dusun / kota kecil seperti layaknya keadaan berabad-abad yang lalu. Baik itu rumah-rumahnya dan keadaan jalanan yang masih berupa batu-batuan sangat tradisional sekali. Rumah-rumah kuno itu sekaligus juga dijadikan pusat perdagangan suvenir yang khas kota itu. Tepat ditepi sungai itu ada semacam pelabuhan atau pangkalan kapal barang yang akan dimuat oleh kapal angkut.

Ditengah ladang anggur yang luas ada bangunan kuno semacam kastil yang bernama Ruin Ehrenfeks bangunan abad 13, yang masih terpelihara dan kini dijadikan museum anggur (wine) juga ada bangunan lainnya sekitar 50 meter dan lebih kecil dari Ruin Ehrenfeks yang bernama Bromserburg yang dibangun pada tahun 1539.

Kota kecil ini dikelilingi oleh ladang buah anggur yang sangat luas. Pemandangan yang menarik ini dapat pula dinikmati dari udara melalui cable car, yang membentang menuju suatu bukit yang ada di dekat desa itu. Dengan latar belakang sungai Rhein yang besar. Bukit itu nampaknya merupakan hutan lindung yang lebat dan bersih. Dipuncak bukit itu terdapat sebuah monumen yang sangat bersejarah yang bernama Niederwald yang dibangun pemerintah Jerman pada tahun 1817

Menyusuri sungai Rhein ini ternyata banyak pesona lain, yaitu banyaknya kastil-kastil yang masih utuh. Di Rudhesheim, ada kastil dari abad 13 yang sekarang dimanfaatkan dengan museum anggur. Rheinstein castel, adalah kastil yang masih terpelihara dengan bagus dan agaknya paling besar diantara kastil yang ada di pinggiran sungai Rhein.


WIESBADEN
Tidak jauh dari kota ini, sekitar 20 km terdapat kota Wiesbaden, yang tidak kalah menariknya dengan Rudhesheim, walaupun masih kalah kuno. Kota ini sangat rindang dengan sebuah taman kota yang rimbun di belakang gedung Theatre yang megah dan antik, secara keseluruhan kota ini sangat tenang, nyaman dan bersih bukan main.

Ada salah satu tempat di sepanjang sungai itu yang dianggap keramat. Setiap Nachoda kapal yang melintas di salah satu kastil melempar koin uang ke dasar sungai. Konon menurut ceritera, ada seorang penghuni kuil yang sangat cantik sering duduk-duduk di tepian sungai itu. Konon mereka menunggu sang kekasih yang pergi tidak kunjung kembali. Setiap saat ia berada di tepian sungai itu. Karena kecantikan gadis itu tidak sedikit nachoda yang terlena mengagumi kecantikan gadis itu, sampai akhirnya kapal menabrak dinding sungai dan tenggelam. Sampai sekarang pun konon arwah gadis itu masih suka menampakkan diri di tempat itu.

Untuk menghormati dan mengungkapkan rasa simpati kepada gadis itu para nachoda sampai sekarang selalu melempar koinnya ke dasar sungai, agar mereka tidak terkena celaka diperjalanan.


MENYAKSIKAN PASAR MALAM DI HUTAN LINDUNG

Banyak acara diselenggarakan untuk menyambut musim panas di Jerman. Salah satunya adalah semacam pasar malam yang diselenggaraan di salah satu hutan lindung di pinggiran Barat Frankfurt tepatnya dekat dengan Stadiun Frankfurt.

Untuk mencapai tempat itu dilakukan melalui trem dari depan Stasiun Haupbahnhouft selama kurang lebih 20 menit ke arah Barat.

Sebagaimana layaknya sebuah pasar malam di Indonesia. Berbagai bangunan sementara didirikan di dalam hutan itu. Dari mulai penjaja kue, roti khas Jerman yang besar-besar, hot dog, pop corn dan masakan khas Jerman lainnya di jajakan disini.

Berbagai permainan dan pertunjukan juga dipertontonkan disini. Orang-orang mulai berdatangan pada pukul 11 siang ke atas baru mulai penuh sesak. Tidak ada yang dituju, selain jalan-jalan mengajak keluarga atau anjingnya.

Permainan anak-anak seperti boom-boom car dan Time Zone sangat digemari anak-anak Jerman, pemuda tanggung Jerman dan bahkan ornag-orang tua. Kincir raksasa juga termasuk salah satu yang digemari. Gelang bersama Aldi naik boom car sama-sama, sedangkan Okti bersama Meita. Dengan kecepatan yang sedang sangat tidak berbahaya meskipun kadang-kadang harus bertabrakan dengan yang lainnya.

Kebersihan di tempat keramaian ini sungguh mengagumkan. Tidak ada sampah secuilpun yang tampak berserakan dijalanan, bahkan seputung rokokpun tidak terlihat di sana. Bahkan disuatu kedai makanan cepat saji, setelah selesai makan pengunjung secara suka rela membersihkan meja tempat dia makan, dan mengembalikan piring dan gelas bekas ke kedai tempat ia beli makanan itu. Tidak ada petugas kebersihan yang terlihat lalu-lalang, namun demikian keadaan selalu bersih. Toilet gratis yang tersedia di beberapa tempat selalu tampak bersih.

Tempat lain yang tidak sempat kami kunjungi adalah Palgarten, yang terdapat di Frakfurt sebelah utara, Taman bunga yang dibangun pada tahun 1869 tersebut berisikan tanaman dan bunga-bungaan yang sangat indah, berbagai macam tanaman termasuk tanaman hias dari daerah tropis yang terdapat dibanyak negara.



JERMAN NEGARA DENGAN PENDUDUK YANG MAPAN

Melihat bangunan di kota Frankfurt sebenarnya sangat biasa-biasa saja, Gedung Pensil (karena bentuknya yang seperti pensil) yang berdiri tegak di tengah-tengah kota Frankfurt nampaknya sangat biasa dibandingkan dengan gedung-gedung di Jakarta-pun misalnya. Gedung-gedung kuno yang masih terawat menyimpan banyak modernisasi yang canggih. Yang pada intinya adalah memenuhi pelayanan kepada masyarakat yang baik.

Rumah-rumah atau flat yang kelihatan sederhana ternyata dilengkapi dengan hal-hal yang cangggih seperti bell yang bisa menunjukkan siapa yang memencet bell. Pada tempat bell dipencet biasanya dipasang sebuah kamera, sehingga apabila bell dipencet maka kamera dan monitor yang ada di dalam rumah menyala, dan siapa tamu yang datang dapat diketahui.

Segala sesuatu dilayani dengan mesin, dari pembelian kebutuhan seperti minuman ringan dan lain-lain, parkir bahkan pembelian tiket kereta api dilakukan dengan mesin otomatis.

Usaha bensin dengan wilayah yang cukup luas dengan pompa besin berjumlah 12 buah, angin untuk ban / air untuk radiator dan digabung supermarket hanya ditunggui oleh satu orang yang duduk saja diloket pembayaran. Semuanya dilakukan secara swalayan, termasuk pompa bensin, pompa ban mobil, dan supermarket. Kasir tinggal menerima pembayaran dan pengembalian saja. Cleaning servis sudah tidak diperlukan lagi, karena sikap disiplin masyarakatnya yang sudah menyatu dengan cara hidup mereka. Bahkan puntung rokokpun mereka buang di tempat yang disediakan.

Betapa efisiennya, dengan tidak banyak mempekerjakan banyak orang, usaha yang sangat kompleks itu bisa berjalan dengan baik. Penjualan soft drink, koran, kue-kue bahkan pembelian karcis kereta semuanya dilakukan dengan mesin.

Ada lagi yang menarik perhatian saya adalah mengenai mobil-mobil mewah yang diparkir disepanjang jalan pemukiman. Merk-merk mobil yang berkelas seperti Mercy, BMW, Audi, Ferari dan lain-lain dengan tahun pembuatan terakhir berjajar bak ruang pamer di etalase saja. Mobil dengan merk Jepang jarang digunakan disana.

Mobil-mobil itu ada yang jarang dijenguk pemiliknya, hal ini dapat ditandai dengan banyaknya kotoran burung jalak yang menempel diatas mobilnya. Semakin banyak kotoran burung yang ada di atas mobil menandakan bahwa mobil itu sudah lama tidak dipakai. Barangkali pemiliknya lebih sering berjalan kaki ke kantor dari pada naik mobil yang kadang-kadang susah mencari tempat parkir. Bahkan bisa berkilo-kilo meter jauhnya dari tempat parkir. Banyak juga warga Jerman atau karyawan muda yang memakai skate board, sepatu roda atau Otoped menuju kantornya.

Warga Eropa terkenal dengan kedisiplinannya. Masalah kedisiplinan ini sampai dengan pembuangan sampah. Pembedaan pembuangan sampah basah dan kering barangkali sudah mulai dilakukan di Indonesia, tetapi pelaksanaannya memang sangat mencolok perbedaannya.

Tempat pembuangan khusus botol, khusus kaleng dan lain-lain secara khusus sudah tersedia.

Beruntung sekali pada saat kunjungan saya ke tempat kakak, salah satu keponakan saya Meita sedang mengadakan ulang tahun yang ke 10, teman-teman sekolahnya diundang ke rumah.

Tepat pada jam yang telah ditentukan anak-anak sudah berkumpul. Ibu-ibu pengantar setelah mengantarkan anaknya segera kembali ke rumah dan akan kembali untuk menjemputnya. Yang saya sendiri kagum adalah sikap mentaati jam undangan. Semua datang tepat pada waktunya.

Bahkan apabila belum tepat pada jam yang ditentukan mereka rela menunggu di depan rumah sampai dengan waktu yang ditentukan tiba. Masalah tamu yang belum berani masuk karena belum menunjukkan jam yang ditentukan kami tidak tahu selama belum menekan bell. Karena memang flat tempat kakak terletak di lantai 3 dari 4 tingkat seluruhnya. Ada satu tingkat di bawah tanah yang digunakan untuk gudang masing-masing penghuni flat.

Acara yang standar seperti tiup lilin dan makan-makan semuanya berjalan sesuai biasa. Mereka menyetel kaset Britney Spears yang berjudul "One More Time" berulang-ulang sambil menirukan lagak dan gaya penyanyi pujaan mereka itu. Salah satu berperan sebagai pembawa acara yang seakan-akan sedang meliput jalannya pesta itu dengan muka tepat didepan kamera video.

Mereka melakukan dengan serius, tertawa dengan gembira tetapi tidak saling menertawakan. Bahkan pada waktu akhir acara ada empat anak-anak yang ingin menyumbangkan tarian khusus untuk yang berulang tahun. Tarian yang sangat sederhana karena memang hasil kreasi mereka sendiri dibawakannya dengan sangat serius, sedang teman-teman lainnya menyaksikan dengan seksama.

Setelah selesai semuanya memberikan aplus, entah hanya untuk basa-basi saja atau memang keluar dari lubuk hati mereka, kami tidak tahu. Setelah itu mereka tenggelam dengan omongan yang kita sama sekali tidak paham karena menggunakan bahasa mereka yaitu Jerman.
Selama sebelas hari kami sekeluarga di Jerman di musim panas sungguh sangat berkesan.

Pantai Scheveningen di Den Haag

Perjalanan dari Frankfurt menuju Den Haag (Netherland) melalui jalan darat biasanya ditempuh selama 5 jam. Dengan kondisi jalan yang sangat baik sehingga mobil bisa melaju dengan kecepatan rata-rata 180 km per jam.


Pada hari itu sedang diadakan perbaikan jalan, sehingga jalan tol yang sebanyak 5 jalur menyempit menjadi 1 jalur. Hal ini menimbulkan macet sampai dengan 2 jam. Namun demikian. Secara otomatis kendaraan beriring-iringan membentuk satu jalur 2 km sebelum sumber kemacetan berada. Tidak ada polisi yang mengatur antrian ini.

Pantai Scheveningen tidak bisa dilepaskan dari Den Haag secara keseluruhan, keberuntungan Den Haag mempunyai pantai ini memang bukan isapan jempol semata. Pantai dengan pasir putih menghampar sepanjang pantai Barat Daya Eropa ini, setiap hari ramai dikunjungi wisatawan baik dari dalam maupun luar negeri. Hal ini bisa dibuktikan banyaknya hotel di kota ini, khususnya dipinggir pantai.

Sebut saja hotel yang sangat bersejarah bagi kemerdekaan Indonesia dengan Konferensi Meja Bundar nya sebelum kemerdekaan RI, Steigenberger Kurhauf Hotel di Gevers Deynootplein 30, masih tampak megah tanpa pernah surut ditelan waktu. Pantainya tenang dengan hembusan angin yang dingin dari laut menjadikan kota ini tampak sejuk sepanjang musim. Pasir putihnya yang relatif tebal sangat aman bagi anak-anak yang berlari-larian sepanjang pantai ini. Permainan untuk menarik anak-anak seperti trampolin dan lain-lain menambah nilai tambah lagi bagi tempat pelesiran keluarga.

Disepanjang pantai ini tentu saja banyak kios-kios suvenir, dan restoran-restoran dari kelas Ayam Goreng Kentucy atau Pizza Hutt sampai kelas-kelas yang berbintang berderet sepanjang pantai. Salah satu kiosnya terbaca dengan jelas “Nasi Goreng ” menjadi salah satu menunya. Di Den Haag memang agak banyak nama-nama yang berbau Indonesia, seperti "Pak Kumis", "Warung Jowo" dsb.

Tiba di pantai ini tidak lengkap apabila tidak mendaki mercusuar yang terletak 500 meter dari lepas pantai untuk melihat pemandangan sepanjang pantai di wilayah Barat Daya Eropa ini, tentunya kota Den Haag khususnya. Anginnya kencang dan sangat dingin.

Kami bermalam di Wisma milik KBRI untuk Kerajaan Belanda di Wassenaar, pinggiran kota Den Haag. Bersebelahan dengan asrama anak Indonesia tempat Dian, anak tertua kakak saya tinggal.

Bekasi, 29 Mei 1999