Jumat, 08 Mei 2009

SIX BILLION PEOPLE

“Three billion people..., together..., for ever..., “cuplikan lagu dengan judul yang sama yang diciptakan dan dinyanyikan The Marmaid (?) di tahun 1970-an ? memang tidak seterkenal “Angie” nya Mick Jagger di masa yang sama. Namun makna lagu tersebut pada saat ini ternyata sangatlah dalam.

Lagu ini menggambarkan saat itu beban dunia sudah demikian berat dengan jumlah penduduk sejumlah 3 miliar. Ketidak seimbangan alam mulai terganggu, bergesernya nilai, peradaban, kejiwaan dan temperantal manusia yang mulai berubah. Dalam lagu tersebut juga menyebutkan bahwa Indonesia disebut sebagai salah satu negara yang berpenduduk besar di samping China dan India, dengan penduduk “one hundred and ten million”.

Lalu sekitar tahun 1990-an dunia mengumumkan kelahiran manusia yang ke 5 milyar. Yang di ekspose luar biasa besar melalui media televisi termasuk TV di Indonesia.

Konon kini, di akhir tahun 2007 ini, jumlah penduduk bumi sudah mencapai 6 milyar lebih, Indonesia sebagai salah satu penyumbang besar penghuni planet ini mengantongi angka sebesar 260 juta orang.

Data-data tersebut bisa jadi tidaklah terlalu persis, hal tersebut hanya akan menunjukkan betapa sebenarnya masalah jumlah penduduk ini sudah mulai dipikirkan oleh sesama penghuni dunia ini sejak lama.

Ketidak seimbangan alam, kekurangan pangan yang ditandai dengan kenaikan harga-harga pangan dan papan, banyaknya konflik dalam negeri, antar suku, agama, pembabatan hutan yang membabi buta yang mengakibatkan bencana banjir bandang dan lain-lain barangkali merupakan salah satu indikasi betapa seriusnya masalah ini.

Secara pelan namun semakin menguatkan pengetahuan saya mengenai hal ini dimulai dengan jatuhnya pemerintahan Orde Baru di tahun 1997. Setengah menganga saya agak gagap menerima kenyataan itu. Pada saat itu segalanya mulai dikuak secara vulgar, setelah berpuluh tahun bangsa Indonesia dibuai dengan berita-berita yang telah dipoles sedemikian rupa menjadikan bangsa ini banyak yang tidak menyadari permasalahan seriusnya.

Kenyataan ini menurut saya diawali dengan anjuran Pak Habibie kepada bangsa Indonesia untuk berpuasa Senin-Kamis, beberapa waktu setelah menggantikan Pak Harto sebagai Presiden RI. Dengan adanya kebiasaan puasa Senin – Kamis yang dilakukan oleh seluruh bangsa Indonesia, maka Indonesia akan bisa menghemat produksi beras sebesar sekian ribu ton. Dan tidak perlu lagi mengimpor beras dari luar negeri.

Anjuran ini juga sekaligus mengisyaratkan bahwa betapa rawannya negara kita di bidang pangan. Belum lagi dengan impornya kedele dan lain-lain kebutuhan pokok lainnya menunjukkan kita memang serba devisit. Sudah demikian krisisnyakah bangsa ini?. Produksi minyak yang besar yang tersebar diseluruh wilayah tetap tidak cukup memenuhi kebutuhan dirinya sendiri.

Dengan tidak membandingkan dengan tetangga jauh kita China sebagai negara terpadat di dunia, dengan program kependudukan dengan apa yang dikenal dengan satu keluarga satu anak tiga puluh tahun lalu, kini hasilnya nyata. China mempunyai sebutan baru yaitu : negara dengan tingkat pertumbuhan ekonomi terbesar di dunia.

Memang tidak adil rasanya hanya menyebut program kependudukan itu saja yang menjadikannya berhasil.

Di Indonesia masalah yang harus didahulukan begitu banyak begitupun program penyelesaiannya.

Kekhawatiran kita masa kini di bidang kependudukan secara nyata sudah dirasakan oleh kita di dunia paling tidak tiga puluh tahunan lebih. Dan saat ini kita masih tetap mempunyai permasalahan yang sama tanpa ujung selesainya.


(Tulisan ini dimaksudkan untuk menanggapi selesainya KTT Global Warning di Bali Pertengahan Desember tahun 2007, bagaimana implemantasinya?)




Bekasi, 21 Desember 2007

Tidak ada komentar: