Kamis, 30 Juli 2009

SEMOGA ENGKAU MENGERTI

Oleh : Gunarso


Ditanganku ada benak sedikit yang akan kusampaikan padamu
Semoga engkau akan mengerti diri ini

Ditanganku ada puisi
Yang akan kusampaikan padamu

Semoga engkau lebih mengerti pada diri ini



Jakarta, 29 Juli 2009

Rabu, 29 Juli 2009

GODAAN DARI SEORANG GADIS BERNAMA SUKESI

Naskah Jadul
diterjemahkan ke dalam Bahasa Indonesia oleh : Gunarso

Kereta api yang saya tumpangi, yang bergerak kearah Timur menjadi semakin padat karena banyak penumpang yang naik ditengah jalan. Sementara itu saya terus mengantuk sambil melamun. Pikiran saya menjadi sedih membayangkan mereka yang saya tinggalkan dan memikirkan apa yang bakal terjadi terhadap diri saya nanti, dan kemana arah serta tujuan kepergian saya itu.

Memperbaiki nasib dengan cara keluar dari kota kecil adalah menjadi niat saya sejak dulu. Yang saya jumpai berada di kota kecil adalah keterbatasan dalam mencari kehidupan, antara lain dalam hal mencari penghasilan.

Setelah saya gagal mengikuti ujian masuk kweekschool di tahun 1902 yang diselenggarkan di Jogya, saya merasa sebagai seorang yang gagal dan merasa bersalah telah mengecewakan guru saya M. Sastro Amijoyo yang mengirimkan dan menjagokan saya untuk bisa diterima di sekolah guru tersebut, setelah lulus. Apalagi beliau telah memberiku sangu f 5.00 yang bagiku tidak sedikit.

Ujian masuk kweekschool diikuti oleh perwakilan dari sekolah-sekolah di Jawa. Bahkan pembukaan ujian masuk tersebut diresmikan oleh Kanjeng Adipati Ario Notodirejo dari Paku Alam, menandakan bahwa peristiwa ini sangat penting, dari sekolah yang ternama. Sudah pasti bahwa lulusan sekolah ini akan menjadi seorang yang dicari-cari dan dihormati.

Saya memikirkan ibu saya, ayah saya, saudara-saudara dan teman-teman saya. Karena mereka semua yang saya cintai itu telah saya tinggalkan tanpa kabar. Ya, tanpa memberitahukan terlebih dahulu. Karena ayah dan keluarga pasti akan tidak memperbolehkan saya untuk pergi mencari penghasilan ke luar kota. Apalagi dengan status saya sebagai pegawai magang pastilah sudah bisa dianggap bisa menjanjikan hidup layak di kota itu.
Walaupun Pak Sastro sudah memahami kegagalanku di kweekschool itu saya merasa malu dan tidak enak telah mengecewakan beliau. Beliau berjanji akan mengirimkan kembali untuk kedua kalinya ke Jogya, saya hanya mengiyakan saja.

Setelah kegagalan saya itu, saya mendapat pertolongan dari salah seorang paman untuk magang di kantor Lands Kas. Sebagai pemagang saya memang tidak mendapatkan gaji tetap, tetapi dari saku pribadi tuan Roger, saya selalu diberi uang setiap kali membantunya melakukan lembur sampai malam. Dari uang itulah saya tabung untuk bekalku untuk mengadu nasib ke luar dari kampung halaman.

Tapi itu adalah resiko yang harus saya hadapi, saya pasti akan kembali kepada mereka apabila sudah mendapatkan kehidupan yang lebih baik lagi. Kereta terus melaju membawa pikiranku, yang kadang masih tertinggal di tempat tinggalku bersama keluargaku..

Setelah kereta api melewati Kendal, tercium oleh saya bau wangi-wangian. Saya buka mata saya. Dari balik kacamata hitam saya lihat seorang gadis berdiri, melihat-lihat kekanan dan kekiri mencari tempat duduk. Dari penampilannya kelihatan bahwa ia adalah anak seorang priyayi. Saya persilahkan duduk disamping saya barangkali ia mau, karena hanya disamping saya ada tempat yang tidak terlalu sempit. Pada mulanya ia agak malu-malu, tetapi akhirnya ia mau menerima tawaran saya itu, kemudian saya terpaksa meluruskan cara duduk saya agar tidak terlalu berdesakan.

“Terima kasih, mas” setelah menerima tawaranku. Saya bertambah tertarik dengan tutur bahasanya yang lembut.

“Sendirian saja dik?” tanya saya memberanikan diri, dengan suara yang kubuat agar kelihatan wajar dari balik jiwaku yang bergolak dihadapan wanita.

“Iya” jawabnya singkat dan tetap dengan nada sopan.

Angin kencang yang menerobos lewat jendela kereta mengibaskan rambutnya yang panjang, menyingkapkan dan menampakkan lehernya yang putih mulus.

(Saling bertanya bagi orang-orang yang duduk berdekatan di kereta api merupakan hal yang lumrah. Malah tingkat pembicaraan dapat meluas ke hal-hal lain seperti halnya pembicaraan dengan kawan-kawan kita sendiri).

“Mau turun dimana dik” tanyaku.

“Ke Semarang mas”

“Wah kebetulan sekali saya juga mau ke Semarang. Berarti saya menambah kenalan satu orang lagi orang yang tinggal di Semarang”

“Saya tidak tinggal di Semarang kok.”

Saya lihat dari balik kacamata hitam saya, gadis tersebut mempunyai badan kecil, berkulit kuning, serasi dengan gaun yang dipakainya.

Saya jadi kepingin tahu siapa orangtuanya dan apakah ia telah bersuami dsbnya. Akhirnya saya mendapat keterangan bahwa namanya Sukesi, anak jurutulis B.O.W. Kendal, ia masih lajang. Kepergiannya ke Semarang hanya untuk menjenguk keluarga. Cara saya bertanya sudah tentu tidak secara langsung, tetapi dengan jalan yang sopan dan halus.

Ketika kereta api sudah mendekati Semarang, saya mulai bersiap-siap untuk turun, saya tanyakan kepada gadis itu di Semarang nanti akan tinggal ditempat siapa, kampungnya dimana, dsbnya.

“Dik Sukesi, mau menemani saya jalan-jalan di Semarang?, mumpung masih siang. Nanti sore saya antar ke rumah Saudaramu itu”. Tawaran itu saya ajukan karena saya memang benar-benar tahu bahwa ia masih lajang, karena sayapun berstatus bujangan, jadi kalau sama-sama setuju tidak ada salahnya, pikir saya.

Sukesi masih ragu-ragu tidak menjawab. Wajahnya nampak sekali bingung.

Saya turun dari kereta api dan terus menuju ke salah satu dokar yang berjajar di depan stasiun, tidak lagi memikirkan tentang anak gadis itu. Ketika saya akan naik dokar itu, saya menengok kebelakang, saya lihat Sukesi masih berdiri seperti orang bingung atau ragu-ragu.

Saya turun lagi dan pergi mendekatinya. Saya persilahkan sekali lagi untuk ikut saya. Dengan hati yang berat dan tanpa mengucapkan satu patah katapun, dengan perlahan-lahan Sukesi berjalan menuju ke dokar saya, kemudian kita berdua berjalan ke arah kampung Karangwidara.

Orang yang saya tuju adalah Pak Wongso dan Ibu, adalah kenalan lama saya , menyambut kedatangan saya dengan gembira setelah cukup lama tidak bertemu. Saya menyampaikan tujuanku kemari untuk mencari pekerjaan, untuk itu saya minta ijin untuk tinggal dirumahnya untuk beberapa lama. Pak Wongo dan sangat gembira bahwa saya mau tinggal di rumahnya. Dengan segera menyuruh salah satu abdinya untuk membersihkan kamar belakang sebagai tempat saya menginap.

Setelah berbasa-basi beberapa saat sebagai layaknya kenalan lama yang sudah lama tidak bertemu, saya dan Sukesi pamit untuk jalan-jalan, sambil mengantar Sukesi ke tempat Saudara yang akan dikunjunginya

Di sore hari, kami berdua pergi nonton film, duduk dikelas 2 yang kebetulan sepi. Kelas 1 dan Loge juga sepi pada waktu itu. Tidak lama kemudian, datanglah seorang Bupati dan isterinya, disertai seorang pengawal / upas yang membawa payung kebesarannya/Tumenggung.

Karena melihat bahwa dikelas-kelas atas pada waktu itu sepi sekali dan sang Bupati itu hanya duduk sendirian, maka ia terus pindah duduk disamping saya, hingga saya merasa rikuh dan tidak bisa bergerak. Ia malah mengajak bicara dengan saya terus menerus hingga film berakhir.

Dari upas yang mengawalnya saya dapat keterangan bahwa Bupati itu bernama R.M. Tumenggung Cakradijaya, Bupati Purworedjo yang baru saja diangkat, sedangkan isterinya bernama R. Ajeng Sri Wulan, puteri Bupati Demak.

Kejadian diatas ini saya ceriterakan karena merupakan suatu peristiwa yang yang sulit dilupakan karena sebagai orang kecil, seperti saya dan Sukesi, tidak akan mengalami lagi kejadian seperti itu, duduk berdampingan dengan seorang Bupati serta isterinya.

Walaupun gembira dapat bertemu dengan orang besar dan terhormat, saya merasa kecewa karena mengurangi waktuku untuk bisa bertukar pengalaman dengan Sukesi.

Sukesi tidak mau diantar sampai depan rumah saudaranya, karena takut dengan Saudaranya yang akan menceriterakan kepada bapaknya di Kendal. Ia mengucapkan selamat jalan di ujung jalan saja. Dan berjanji akan bertemu di tempat ini besok jam 9 pagi, di bawah pohon sawo.

Malam hari di rumah Pak Wongso, pikiranku masih ada pada Sukesih yang manis. Saya membayangkan wajahnya yang cantik dan senyumnya yang menawan. Wajah Sukesih seakan memenuhi seluruh dinding bambu kamar ini. Saya benar-benar tidak bisa tidur malam itu.

Pagi-pagi benar selesai sholat subuh saya membersihkan kamar, menyapu halaman, menyiram tanaman di rumah pak Wongso yang saya tumpangi. Pak Wongso melarang saya untuk tidak melakukannya, tetapi saya lakukan dengan tulus, saya katakan kepada beliau bahwa saya juga melakukan hal yang sama apabila di rumah.

Jam sembilan kurang saya sudah berada di bawah pohon sawo di Pindrikan sebagaimana telah dijanjikan Sukesih. Dengan gelisah karena membayangkan suatu pertemuan yang sangat menyenangkan, rencana perjalanan telah saya susun untuk menyenangkan hatinya sehingga tertarik kepadaku.

Tiba-tiba seorang anak yang bertelanjang dada menghampiri saya sambil membawa surat. Surat dengan ragu-ragu saya terima dan kutanyakan pada anak itu dari siapa. Namun amak itu segera berlari dan menghilang di salah satu ujung gang. Surat segera saya baca :

"Maaf ya, saya telah berbohong pada mas. Saya telah mengecewakan karena tidak menepati janji. Sebenarnya saya sangat tertarik kepada kebaikan hati mas, saya telah terhanyut oleh kata-kata mas yang demikian menarik dan dapat menghibur saya ditengah-tengah kesedihan yang saya alami. Sejujurnya, hati kecil saya ingin segera berlari dari rumah ini bersama mas, dari rumah yang hanya mendatangkan duka dan nestapa, meninggalkan orang tua saya yang telah memaksa saya untuk menikah dengan seorang yang ternyata sudah mempunyai dua isteri.
Saya sangat ingin lolos dari masalah ini, tetapi untuk melibatkan mas yang baik saya jadi sadar, sepanjang malam saya tulis surat ini dengan perasaan yang sangat sedih. Karena mas begitu baik dan tidak berhak turut menanggung masalah ini. Biarlah keadaan ini saya alami sendiri. Terima kasih, mas telah menghibur saya kemarin, walaupun hanya sesaat.
Selamat jalan. Semoga mas tidak marah pada saya, karena akan menambah beban yang tengah saya alami ini."

Saya tutup surat itu, saya bermaksud mencari anak pembawa surat itu, tetapi sudah tiada. Saya lihat jalan disekitar ini sepi tidak ada orang. Saya coba telusuri gang-gang tempat anak tadi menghilang tetapi nampaknya sepi. Ada seorang ibu-ibu yang sedang menyapu halaman, saya menanyakan rumah Sukesih. “Di sini, dikampung ini tidak ada yang orang yang bernama Sukesih, den”.

Saya sedikit terpukul dan sedih. Tetapi dibalik itu saya merasa bersyukur bahwa niat saya untuk mencari penghidupan yang lebih layak tidak terbebani oleh hal-hal lain termasuk oleh godaan seorang gadis.

Selasa, 21 Juli 2009

SEANDAINYA AKU DIBERI KESEMPATAN

OLEH : GUNARSO


Aku pernah menempatkan diriku sejajar dengan pimpinan negeri ini
Membayangkan diriku menjadi pimpinan yang mengerti permasalahan bangsa
Memahami perasaan orang-orang yang sependeritaan denganku
Memakan singkong rebus dan daun singkong

Aku sangat memperhatikan orang-orang susah di negeri ini
Karena aku juga sangat susah untuk tidak melupakan orang-orang ini
Kakiku kotor dan berdebu tanganku berotot karena kerja kerasku
Tapi anganku melayang jauh agar aku suatu ketika sejajar dengan pimpinan negeri ini.

Dalam diri ini
Semangat untuk terus berjuang untuk menjadikanku setingkat lebih tinggi dari kaumku
Kemudian di suatu saat nanti, menapak setingkat lagi dari yang dulu hingga
Sampai dengan derajad dimana engkau pimpinan negeri saat ini berada
Memandang hamparan negeriku yang kaya dan bangsaku yang sangat berlapang dada
Menerima segala kesusahan yang mendera

Satu saat nanti
aku akan berdiri menempatkan diri sejajar dengan pimpinan negeri ini
Tidak untuk sekedar melihatmu menerima kesusahan yang mendera
Kemiskinan yang memilukan
Dan keterbelakangan yang menjadikan bangsa lain menindasmu

Akulah orangnya
Yang berusaha menempatkan diri sejajar dengan pimpinan negeri ini
Agar dapat berusaha menolong orang-orang yang sedang papa
Sementara aku sudah paham dengan pendapatan dan pengeluaran negara ini
Yang sebagaian besar hanya untuk kepentingan orang-orang kaya tertentu
Tidak untuk kaum asalku

Walaupun
Aku adalah orang yang sejajar dengan pimpinan negeri ini
Yang tahu betul bahwa kekayaan seorang secara otomatis akan menambah penghasilan orang-orang terdekatnya
Orang-orang kaya boros membelanjakan uangnya demi untuk produk jelek dari orang miskin sekaumku dulu
Atau ibu rumah tangga yang menjadi pemalas dan mengupah orang miskin untuk mencuci sprei tempat tidur mewah setelah penghasilan suami bertambah dan menjadi kaya

Ya, aku membayangkan itu
Jika aku menjadi orang yang tidak lagi sejajar dengan pimpinan negeri ini
Tetapi mencoba berkahyal untuk menjadi orang nomor satu yang memimpin negeri ini
Akankan ada orang yang tidak setuju dengan kebijakanku menghabiskan sebagian besar anggaranku untuk memberikan bantuan tunai kepada warga miskinku
Sementara kaum investor tidak diberikan kenyamanan yang layak dinegeri ini
Apakah kebijakan ini akan banyak mendapat dukungan.

Ya, bagi kaum papa
Tidak, bagi kaum berada

Sementara kusandarkan dulu pemikiranku
Untuk menjadi pimpinan negeri ini

Karena aku juga bimbang apakah aku seorang pimpinan tulen yang benar-benar membela kepentingan kelompok miskin
Meningkatkan kekayaan orang yang telah menjadi kaya adalah juga menjadikan prioritas agar kaum papa ikut mendapatkan potongan kue dari si kaya.
Asal saja negeri ini memberikan kenyamanan yang selayaknya bagi orang kaya yang menginvestaikan uangnya dinegeri ini, menyerap tenaga kerja, membeli bahan baku dari pribumi, memakaidan membayar gas negeri ini, membayar pajak untuk meningkatkan prasarana dan sarana negeri ini.
Yang pada akhirnya menuju suatu kemakmuran bersama, kita semua termasuk kaum papa, sekaumku dulu

Apakah pemikiran ini juga kurang mendapat dukungan dari rakyatku?

Lalu timbullah niatku yang sebaliknya
Berada di antara kaum papa untuk memperjuangkan hak-hak mereka dari kekurangan penghasilan.

Aku akan menempatkan diri sebagai orang yang bertentangan dengan pimpinan negeri ini dengan derajat yang sama.
Membela kaumku yang papa dan miskin adalah menjadi tugasku.
Mengusulkan dan memaksakan agar pemerintah mengalokasikan sebagaian besar anggaran untuk memberikan upah kerja yang memadai, meringankan harga-harga sehingga rakyat miskin dapat hidup layak
Sehingga rakyat dapat berkontribusi secara maksimal bagi negara
Sehingga kemakmuran negara akan segera terwujud bersamaan dengan meningkatnya taraf hidup si miskin kaumku dulu.

Entahlah
Aku masih memikirkan
Apakah aku akan menempatkan diriku sejajar dengan pimpinan negeri ini


Jakarta, 21 Juli 2009

Sabtu, 18 Juli 2009

CERITA ANAK

SELAMAT TINGGAL BURUNG PIPITKU
Oleh : Gunarso

Sekali lagi Winnie mengusap kepala si Cantik dengan salah satu jarinya dengan lembut, burung pipit itu terus saja mematuk beberapa butir beras yang ada pada telapak tangan Winnie seolah tidak menghiraukan usapan sayang itu.

Hari itu adalah hari terakhir pertemuan Winnie dengan si Cantik, setelah hampir sebulan bersamanya. Winnie tidak ingin melepaskan si Cantik begitu saja. Ia selalu ingin bermain dan bermain dengannya. Namun papa menginginkan agar burung itu dilepas ke alam bebas setelah besar.

Pertemuannya terjadi ketika di suatu pagi Winnie menemukan sarang burung yang terjatuh dari pohon mangga di halamannya. Winnie mendekat dan wow!, Winnie terkejut, ternyata masih ada anak burung di dalam sarang tersebut.

Seekor anak burung yang mungil. Tubuhnya masih belum ditumbuhi bulu, matanya terpejam. Jangan-jangan sudah mati, pikir Winnie. Winnie hendak menyentuh kepala anak burung itu, belum sampai jari Winnie menyentuh kepalanya. Ternyata anak burung itu bangun dan membuka paruhnya lebar-lebar, sambil terus mencicit. Winnie berteriak saking girangnya.
“Maa..... Paa....... Winnie menemukan anak burung ....... masih hidup lagi!”.

Papa Winnie yang sudah siap berangkat ke kantor dan Mamanya langsung mendatangi Winnie di halaman belakang rumahnya.

“Ada apa Win ?” kata papa Winnie setelah dekat dengannya.
“Ini lho pa ..... ada sangkar jatuh dari pohon mangga, ada isinya...., masih hidup ...... “ sahut Winnie sambil menunjukkan burung kecil yang sedang membuka paruhnya.
“ Itu tandanya minta makan. Tangan kamu dikira induknya yang akan menyuapinya, makanya ia lantas membuka paruhnya” kata papa. “Sudah .........sekarang ambil air dan beri dia minum dulu”.

Winnie segera mengambil gelas berisi air penuh.

“ Oh .... banyak benar kau bawa airnya Win. Tidak apa-apa, sekarang carikan lidi untuk menyuapinya” ujar papa Winnie selanjutnya. Dalam sekejap Winnie mendapatkannya.
Papa Winnie mamasukkan lidi itu ke dalam air. Dan segera mamasukkannya lagi ke dalam paruh anak burung yang masih terbuka. Anak burung itu segera mengunyah-ngunyah lidi itu dengan lahapnya.
“ Wah burung ini nampaknya haus ya Win “ kata mama Winnie.
“ Iya ya ma ... “
“ Burung sekecil ini belum bisa makan dan minum sendiri, jadi disuapi kayak kamu masih bayi dulu “ ujar papa Winnie sambil memegang kepala Winnie. Winnie tersenyum saja.
“ Kalau nanti lapar gimana pa?” kata Winnie.
“ Itu pertanyaan yang bagus. Nanti kamu ambil beras sedikit, ditumbuk pada penggilingan mama yang buat masak itu ..... beri air sedikit. Dan siap untuk disuapkan pada burung kecil ini. Sudah sekarang papa berangkat kantor dulu ya “

Ingatan itu masih jelas benar dalam diri Winnie, tidak disadarinya ia meneteskan air mata dipipinya. Ia sedih melepas si Cantik.

Betapa tidak sedih. Kini burung itu sudah begitu jinak setelah sekian lama mendapat perawatan dari Winnie.

Dengan sabar dan dengan penuh rasa kasih sayang tiap hari burung itu disuapi dengan beras giling sedikit demi sedikit. Hingga akhirnya burung itu sudah begitu kenal dengan Winnie. Hal ini terbukti manakala setiap pagi hari Winnie menghampiri anak burung itu. Belum juga Winnie siap dengan beras gilingnya, burung itu sudah ber ciap-ciap siap untuk disuap.

Ketika bulu-bulunya sudah mulai tumbuh, burung itu semakin molek saja. Oleh karena itu Winnie mengusulkan kepada mama agar burung itu dinamakan Cantik, mama setuju saja.
Bersamaan dengan itu, si Cantik sudah belajar terbang.

Papa membelikan sangkar, agar tidak buang kotoran dimana-mana di dalam rumah. Nampaknya si Cantik menyukai sangkar itu.

Winnie setiap pulang sekolah tidak lupa menyuapi si Cantik, kadang-kadang lupa ganti baju lebih dahulu. Mama selalu mengingatkan agar kalau habis pulang sekolah harus ganti baju dahulu. Karena seperti biasanya si Cantik segera terbang menghampiri kalau melihat Winnie. Kadang-kadang hinggap di bajunya, mama tidak mau kalau bajunya kotor kena kaki si Cantik, apalagi kalau buang kotoran di baju seragam sekolahnya.

Kebiasaan Winnie kalau sedang menyuapi si Cantik adalah dengan mengajak jalan-jalan di halaman belakang rumahnya yang rindang. si Cantik segera terbang mengikuti setiap langkah Winnie dan hinggap di pundak Winnie. Setelah merasa kenyang si Cantik terbang ke sangkarnya.

Itu semua tinggal kenangan.

Winnie merasa sedih berpisah dengan si Cantik. Namun mama dan papa selalu memberikan pengertian pada Winnie, bahwa si Cantik pasti lebih bahagia apabila tinggal di alam bersama-sama dengan teman sejenisnya.

Dengan pelan Winnie mendekap si Cantik ke dalam pelukannya. Kemudian memasukkannya ke dalam sangkar yang di bawa papa. Dengan sigap papa Winnie memanjat pohon mangga yang ada di belakang rumahnya sambil membawa sangkar si Cantik ke tempat yang tinggi.


Sampai disatu tempat yang cukup tinggi sangkar si Cantik digantungkan pada salah satu ranting yang kokoh. Dan membuka pintunya agar si Cantik bisa terbang kemanapun ia suka.
Winnie mengucapkan salam terakhirnya pada si Cantik “ Selamat tinggal Cantik, burung pipitku. Kamu boleh kok, main kesini lagi. Kapanpun. Setiap saat “.


Papa dan mama Winnie lega dan gembira melihat Winnie bisa mengatasi kesedihannya.
Si Cantik keluar dari sarangnya melompat dari satu ranting ke ranting lain dengan gembira, sambil mencicit memanggil teman-temannya.

Mengucapkan salam kenal pada burung sejenisnya.

Saksi Sejarah I

Pecahnya Perang Dunia II (Dimata seorang warga)

Kegelisahan semakin memuncak ketika berulang kali pemerintah Hindia - Belanda mengumumkan melalui pengeras suara keluar masuk kampung memberitahukan bahwa perang sudah semakin dekat.Diantara suara sirine yang semakin sering diperdengarkan.

Beberapa orang yang masih sehat mempersiapkan diri dengan membuat lubang-lubang perlindungan bagi keluarganya apabila perang benar-benar pecah dan terjadi pemboman.

Tempat-tempat pengungsian di luar kota juga sudah dipersiapkan oleh pemerintah bagi orang-orang dari kota-kota Pekalongan dan Batang.

Pemberian kupon-kupon untuk membeli beras di tempat pengungsian nanti juga sudah dibagi-bagikan. Kami sekeluarga sudah ditetapkan akan mendapat tempat di desa Wonopringgo, bersama keluarga dan tetangga sebelah.

Rencana pengungsian orang-orang Pekalongan dan Batang sudah dipersiapkan oleh Pemerintah Hindia Belanda sudah dilakukan enam bulan sebelum pecah perang. Begitu juga terhadap jalan-jalan yang akan dilalui oleh para pengungsi lengkap dengan petunjuk jalan yang akan dipergunakan apabila perintah mengungsi sudah dikeluarkan. Semua warga tampaknya sadar untuk suatu tujuan menjaga keselamatan keluarganya, jangan sampai menjadi korban apabila perang sampai menjalar ke wilayah mereka.

Banyak surat selebaran yang dibagi-bagikan oleh pemerintah, berisi petunjuk tentang cara-cara menyelamatkan diri sampai kepada kewajiban masing-masing apabila tempat kita diduduki oleh musuh.

Februari 1942 semua sekolah ditutup.

Saya kebetulan mendapat serangan malaria yang agak berat. Tetangga di kanan kiri sudah pergi mengungsi. Dalam pada itu, pohon beringin di Kadjen yang diberi nama “Wilhelmina” untuk memperingati kenaikan tahtanya ratu Belanda itu, kebetulan tumbang, oleh banyak orang kejadian ini dianggap sebagai lambang runtuhnya kekuasaan pemerintah Hindia Belanda.

Kabar-kabar tentang perang yang dimuat di suratkabar-suratkabar selalu menceriterakan kebengisan tentara Jepang di negara-negara yang sudah diduduki. Mendengar berita itu, isteri saya menjadi takut dan semakin kecil hatinya.

Hari Sabtu, 28 Februari 1942, kawan-kawan di kantor menerima gaji dua kali, tetapi karena saya sedang sakit saya tidak dapat datang ke kantor. Ketika saya datang ke kantor hari Seninnya, tanggal 2 Maret 1942, keadaan kantor sudah sepi, orang-orang sudah pada pergi, termasuk tuan Winata dan pejabat-pejabat lainnya.Pasar-pasar juga sudah sepi, tidak ada orang jualan satupun.

Di rumah cukup makan dengan sayur dari papaya muda yang diambil dari rumah tetangga yang sudah ditinggalkan.

Di waktu malam terdengar suara-suara tembakan senapan dan pistol.

Toko-toko Cina di pinggir jalan sudah habis dirampok. Di Batang dan Warungasem tokok-toko sudah dirampok sejak tanggal 2 Maret 1942

Tanggal 3 Maret 1942 saya berhasil menerima gaji berkat pertolongan Bupati.

Tanggal 4 Maret berangkat mengungsi ke Wiradesa, numpang di tempat paman Ketu(Tjondroketu).

Semua perabot rumahtangga saya titipkan di rumah Soeoed, yang ditempati Pi, di kampung Kwidjan.

Tanggal 5 Maret 1942 toko-toko Cina di Wiradesa dirampok.

Tanggal 10 Maret 1942 kembali ke Pekalongan.

Saya tidak kembali ke rumah lama dengan maksud menghemat, jangan sampai lagi-lagiharus mengangkut barang-barang, apalagi saya belum tahu nasib pegawai negeri bagaimana nanti.Pikir saya, kalau semuanya sudah jelas dan saya tetap ada pekerjaan, saya akan kembali ke rumah sewaan lama, tetapi tahu-tahu rumah itu sudah diisi orang lain tanpa sepengetahuan saya.Tanggal 17 April 1942 pembesar Jepang yang pertama datang di Pekalongan.

Di suatu pertemuan di Kabupaten dijelaskan mengapa Jepang menduduki tanah Jawa dan diumumkan bahwa gaji tertinggi buat pegawai tidak boleh melebihi f 500.- Pajak-pajak tetap harus dibayar. Para pegawai yang sudah menerima gaji dua kali, akan ditagih kembali, oleh sebab pada tanggal 1 April tidak ada yang menerima gaji. Semua pegawai diharuskan menandatangani sumpah setia kepada pemerintah Jepang.

Sejak itu tidak ada lagi cara membeli dengan bon (beli dulu bayar belakangan). Toko-toko yang sudah lama kenal tidak mau memberikan hutang lagi. Semua harus dibayar tunai, oleh sebab itu harus ada uang.Harga minyak goreng pada waktu itu satu blek f 7.50.

Kantor Regentschap pindah ke kantor Asisten Residen. Jumlah pembesar Jepang bertambah banyak.Pengalaman pertama membuat nama kantor dengan huruf Jepang: Pe-ka-ro-n-ga-n (=Pekalongan).

Bupati Soeryo diangkat merangkap wakil Residen. R. Soempeno, Kontrolir Regentschap, diangkat menjadi Wali Kota Pekalongan.

Residen dan para pembesar Belanda ditangkap oleh Pemerintah Jepang, juga orang-orang Belanda lainnya seperti tuan v. Leeuwen dan tuan Meertens, keduanya pegawai kantor Kabupaten.Juli 1942 kantor Kabupaten pindah lagi ke Sekolah PPBB di pojok alun-alun Pekalongan, karena kantor yang lama dipakai oleh orang-orang Jepang. Jadi sangat dekat dengan rumah, tetapi sebaliknya sekolah-sekolah anak-anak (HIS dan Kartini) dipindah ke tempat yang jauh, di jalan Panjang.

Bahan pakaian untuk jas dan celana (jenis tusor) waktu itu harganya masih f 0.50.- per el, harga beras masih normal.Kantor Kabupaten yang baru ini terus diperbaiki dan diperluas dengan menggunakan bahan-bahan yang diambil dari pasar Demangan (Batang) dan Warungsasem. Pendapa Kabupaten bagian Timur dipindah ke Barat untuk Klinik.

Saksi Sejarah II

Jepang.
Saya merasa salah barangkali karena saya tidak dapat menyembunyikan apa yang tersimpan dalam hati: sikap saya yang anti-imperialis dan anti-fascist, karena Jepang bertindak sewenang-wenang dan menindas rakyat, baik dengan cara paksaan maupun penipuan.

Saya tidak pernah mau ikut acara-acara berbaris atau “kenrohoshi (kerja gugur gunung), ikut kursus bahasa Jepang atau ikut rapat-rapat atau mengadakan rapat sendiri.Saya percaya dan yakin bahwa Jepang tidak akan dapat menang melawan Inggeris dan Amerika yang mempunyai kekuatan demikian besar.

Saya bandingkan dengan sekelompok penjahat yang berusaha melawan negara, bagaimanapun pintarnya danliciknya, penjahat itu pada akhirnya tidak akan bisa menang.Ramalan yang sama juga berlaku untuk Jerman ketika negara itu menyerbu Nederland.

Bukan karena saya membela Nederland, atau karena Inggeris dan Amerika itu adalah sekutu Nederland. Tetapi karena cara Jerman menduduki Nederland dan cara Jepang menggempur Hawaii adalah cara yang licik dan penuh dengan tipu-muslihat. Kedua negara itu memang berhasil menduduki negara-negara lain dengan cara tipu-muslihat itu. Kemudian mereka menindas penduduk aseli, tanpa memperhatikan perikemanusiaan, seperti tingkah laku perampok atau penjahat.

Tidak pernah terjadi dalam sejarah dan tidak masuk akal kalau pihak-pihak yang bersalah dapat terus menindas dan mengalahkan pihak yang benar.

Mulai tahun 1945 pemerintah Jepang sibuk membuat kubu-kubu pertahanan di sepanjang pantai, di hutan-hutan dan di gunung-gunung. Mereka membangun asrama di Krengseng, penjagaan di Siklayu (Krengseng), Kuripan, Udjungnegoro dan Pemalang, asrama di Batang, mindah asrama dari pantai Pekalongan ke Wonopringgo, membuat terowongan perlindungan sepanjang jalan. Mereka membuat jalan besar yang menghubungkan Doro, Bandar, Bawang dan Sukoredjo (Kendal), semua itu dengan jalan menggunakan uang rakyat dan tenaga rakyat hingga orang-orang itu tidak ada waktu untuk bekerja mencari nafkah untuk keluarga mereka sendiri.Di samping itu, penduduk di kampung-kampung mereka juga dikejar-kejar untuk ikut “tonari gumi”, yakni melakukan pekerjaan bersama-sama untuk melaksanakan perintah atasan. Yang satu belum selesai, datang perintah yang lain, hingga tugas-tugas menjadi bertumpuk-tumpuk.

Siapa berani menentang atau menggerutu akan dianggap sebagai mata-mata musuh dan akan ditangkap oleh Polisi Jepang (Kenpetai). Semuanya ini merupakan usaha untuk mendirikan pertahanan untuk menghadapi musuh (Inggeris dan Amerika) kalau mereka datang menyerang. Ini dapat dibandingkan dengan upaya pemerintah Belanda dulu ketika menghadapi kedatangan Jepang, tetapi pemerintah Jepang samasekali tidak pernah memikirkan keselamatan rakyat.

Semua undang-undang, peraturan dan anjuran yang dikeluarkan sejak Jepang datang ke Indonesia bertujuan menindas rakyat dan mempersulit kehidupan rakyat Indonesia lahir dan batin, demi kepentingan orang-orang Jepang sendiri. Semboyan-semboyan seperti “mau menjunjung nasib bangsa Asia (sebab satu keturunan), untuk kemakmuran bersama, dan “kerja bersama-sama dan harga menghargai” jelas hanya basa-basi dan palsu, sebab dalam prakteknya “buat Jepang, untuk Jepang dan di bawah pemerintah Jepang”.

Wajib kerja paksa secara gotong royong yang telah dicabut oleh pemerintah Belanda 60 tahun yang lalu sebab menindas kehidupan rakyat kecil (herendienst), sekarang dihidupkan lagi, dicari-cari alasannya, misalnya di zaman dulu raja-raja Jawa juga mengharuskan “kawulo-nya” bekerja dengan cara “kerigan”.

Ada gejala-gejala bahwa orang Indonesia akan di”Jepang”kan semuanya. Bukan saja mereka diharuskan menyembah Kaisar Jepang, belajar bahasa Jepang dan bekerja dengan cara Jepang, tetapi juga dalam hal berpakaian dan dalam hal makan.

Kalau bisa orang Indonesia disuruh berpakaian setengah telanjang, mengenakan pakaian karung dan makan daun-daunan serta ular atau bekijot, sebab pakaian dan makanan yang biasa hanya diperuntukkan bagi orang-orang Jepang saja, oleh sebab itu semua kebutuhan hidup ditempatkan di bawah kekuasaan orang-orang Jepang.

Bangsa Indonesia hanya boleh mendapatkan sisa-sisanya saja. Di jalan-jalan, di atas kereta api, banyak orang berpakaian yang dulu pantas dipakai oleh para pengemis atau orang gila.

Di pinggir jalan banyak orang mati kelaparan, ada yang mati di dalam lubang perlindungan. Setiap hari sekurang-kurangnya ada 3 atau 4 yang mati kelaparan di satu bagian kota Pekalongan.

Belum lagi cara mereka membujuk gadis-gadis yang berasal dari keluarga yang baik. Banyak gadis yang menjadi korban.Mereka juga terkenal menggunakan kekejaman dalam menyiksa orang-orang, dengan cara yang tidak pantas dilakukan oleh manusia yang beradab.Mau tidak mau saya selalu teringat pidato radionya tuan Van Der Plas ketika Hindia Belanda hampir jatuh, dan bunyi artikel dalam koran-koran ketika untuk pertama kali Jepang masuk ke Malaka.

Ibarat kuda muatan, di tangan orang Jepang muatan yang dibawa orang Jawa selalu ditambah, diharuskan jalan semakin cepat, makanannya dikurangi dan harus melewati jalan-jalan yang sulit dilalui.

Ibarat pembantu rumahtangga, diminta untuk menggendong anak-anak, diharuskan menyediakan makanan, diharuskan menyediakan pakaian, diharuskan memberikan pelayanan dan isterinya juga harus diserahkan. Pembantu itu harus mencari makan sendiri.

“Perang suci dengan bantuannya 1000 juta bangsa Asia” sebenarnya lebih tepat kalau dinamakan “Perang secara perampok yang harus dikutuk oleh 1000 juta bangsa Asia”.

Kampung-kampung yang dibom, penduduknya tidak boleh pergi menyelamatkan diri, ini jelas merupakan tindakan untuk membunuh orang.

Apabila ada serangan musuh, penduduk kampung harus menghadapi musuh, sekalipun hanya menggunakan bambu runcing !

Pembesar-pembesar dan pemimpin-pemimpin Indonesia, apalagi yang mempunyai kedudukan tinggi, banyak yang giat memprogandakan keberadaan Jepang dengan kata-kata “semua peraturan-peraturan Jepang itu bagus, bener, adil dan suci”.

Kelihatannya Jepang menganggap bangsaku, bangsa Indonesia, sebagai bangsa yang bodoh, masih setengah binatang, bangsa yang tidak punya otak dan tidak mengerti mana Utara dan mana Selatan, bangsa yang hanya membebek saja!.

Atau, apakah memang cara-cara yang demikian itu yang dikatakan “bagus, bener, adil dan suci” sesuai dengan tekad oang-orang Jepang lahir dan batin? Artinya, tindakan-tindakan yang serba jahat tadi memang sesuai dengan dasar dan tekad sucinya orang-orang Jepang, sekalipun berakibatkan menindas dan menipu bangsa Indonesia?Kalau memang demikian halnya yang menjadi dasar atau falsafah orang-orang Jepang, yaitu tekad yang dapat digolongkan “jahat dan kejam”. kita dapat tanpa ragu-ragu lagi menyebutkan bahwa orang-orang Jepang itu memang benar-benar kejam dan jahat hingga mereka sebenarnya bukan manusia lagi.

Orang jahat melawan orang baik, orang yang salah melawan orang yang benar, komplotan penjahat melawan polisi, dapat dipersamakan seperti Jepang melawan Inggeris dan Amerika. Untuk sementara, karena memang sedang untung, mereka bisa menang dan berhasil, tetapi dalam jangka panjang, bagaimanapun licik mereka, akhirnya penjahat itu akan kalah dan mendapatkan hukuman setimpal.

Dalam buku-buku, hikayat-hikayat dan ceritera-ceritera, dalam sandiwara-sandiwara dan ceritera wayang atau dalam pergaulan sehari-hari, kita selalu melihat sendiri dan menyaksikan kebenaran pepatah “sing sopo salah seleh” (=siapa yang bersalah akhirnya pasti akan menyerah), siapa yang berhutang pasti akan membayar kembali.

Oleh sebab itu saya memohon kepada Allah sejak pecahnya perang agar mereka yang berbuat jahat, mereka yang beritikad jelek, cepat-cepat dibinasakan dari permukaan bumi ini.

Saya semakin yakin dan dapat memastikan Jerman akan kalah perang ketika pasukan-pasukan Amerika dan Inggeris mulai mendarat di Italia.

Saya juga dapat memastikan Jepang akan kalah perang ketika pasukan-pasukan Amerika menduduki pulau Saipan.

Sekalipun berita-berita di suratkabar-suratkabar pada waktu selalu menggambarkan kepahlawanan dan kemenangan pasukan-pasukan Jepang dan selalu menonjolkan kekalahan pihak Amerika, tetapi kenyataannya serangan pasukan-pasukan Amerika terus maju dan berhasil menduduki lebih banyak pulau lagi, yang semakin dekat letaknya dengan pusat negara Jepang.

Apalagi setelah pulau Iwojima, kemudian Okinawa, direbut oleh Amerika, menjadi semakin jelas bagi saya bahwa Jepang akan kalah perang.

Menurut perkiraan saya semula, masih akan mengambil waktu 5 atau 6 bulan lagi sebelum Jepang benar-benar kalah karena pasukan-pasukan Amerika harus terlebih dulu mendarat dinegara Jepang dan melancarkan perang darat secara besar-besaran sampai pasukan-pasukan Jepang hancur semua.

Saya tidak mengira kalau Amerika memiliki senjata ampuh, yaitu bom atom. Dua kali Amerika menjatuhkan bom atom.

Yang pertama di Hiroshima pada tanggal 6 Agustus 1945. Yang kedua di Nagasaki pada tanggal 9 Agustus 1945.

Setelah itu, Kaisar Hirohito dalam pidato radionya tanggal 11 Agustus 1945 menyatakan Jepang kalah perang dan menyerah tanpa syarat kepada pihak Sekutu.
Updated on Friday · Comment ·