Rabu, 25 Agustus 2010

AKU INGIN ......

Aku menyebar bagai debu beterbangan ke segala penjuru bersama angin
Kadang membumbung tinggi, kadang mendatar menjangkau wilayah seluas aku bisa
Terbelah menjadi molekul-molekul, atom, proton, ion, energy
Membebaskan diri dari grafitasi bumi, dari masa, dari ujud, dari volume
Sehingga aku bisa melesat secepat yang kuingini, tanpa hambatan kepekatan udara,
Memasuki bermacam-macam diri melebur secara bersamaan, bersama nafas-nafas dari berbagai karakter jiwa

Mengamati gerak otot tangan-tangan petani, buruh pelabuhan, pemulung dan mbok-mbok pencuci baju harian, meregang ketika menyusun kekuatan
Terus menggerakkan otot-ototnya demi untuk menghidupi anak isteri, tanpa peduli adakah rezim ini menghiraukan dirinya untuk menjadi lebih baik dan lebih bermartabat; baginya martabat adalah kerja keras dan keringat yang mengalir ketika menerima imbalan bagi keluarga tersayang
Baginya,bermartabat bukannya mengukir namanya lewat opini
martabat bukanlah duduk dengan pongah di atas jok mobil mewah sambil melingkarkan tangannya pada pinggang perempuan.
Diri ini masih belum pantas untuk disebut berbakti pada negeri, pada lingkunganpun ia merasa tak perlu dipuja, diambil fotonya dicetak pada Koran oleh wartawan : “inilah kemiskinan yang melanda”.
Ia hanya tak paham, ketika bergelut dengan keringat, seluruh mata pembaca Koran meletakkan iba padamu, ketika namamu seolah mewakil I 4 juta penduduk miskin, kau tidak peduli, berharap dapat rejeki, itu hanyalah demi sebagaian pergerakan devisa yang menggeliatkan dunia usaha, tanpa berarti apaapa baginya.

Aku berada di salah satu sel di hati seorang supir taksi tua, menjalankan mobilnya secara terukur namun pasti
“Aku bukanlah siapa-siapa, tidak pantaslah aku menjadi pilihanmu untuk kau eksploitasi untuk mengingatkan dunia melawan rezim yang kau benci
Aku sudah tidak mempunyai itu, suaraku akan tidak dianggap meskipun di depan kamera tv
Merenungi diri juga tidak menjadi pilihanku yang akan segera dengan cepat meluruhkanku”
Bibir lemah itu, begitu lemah namun suaramu lantang ketika menyebut Mu. “Allah lindungi aku, keluargaku, warga bangsaku dari segala prasangka dan kami dapat menyatu mengembangkan diri, menjadi negeri yang asri untuk dihuni.”



Menyusup ke dalam daging politisi menyerna membelah helai demi helai masalah



Aku menyebar ke dalam diri setiap wanita setiap pria, setiap anak setiap dewasa setiap engkau semuanya
Aku memasuki diri setiap semuanya

Ketika kuberada dalam aorta dekat dengan degup ketidak sabaran demonstran
Menerobos memasuki liang demi liang pemikirannya
Aliran darahnya begitu deras, menerobos batas logika membumbungkan ambisi dan ketidak sabarannya untuk mendekatkannya dengan kekuasaan
Itu sah saja, itu benar saja sebagaimana layaknya hujan yang turun disaat tidak dibutuhkan menyiram bumi, itu wajar saja. Sewajar sebagaimana lahar Gamalama menyembur dari perutmu menakuti warga terdekatnya, itu tidak luar biasa. Itu hanyalah fenomena yang jarang kita lihat sehingga menjadi suatu yang istimewa. Engkau masih belum dibutuhkan oleh jaman.

: kegelisahannya demikian cepat melaju berpacu mengungguli fana

Pada hakekatnya adalah
keseimbangan yang dapat ditafsirkan ganda dari sisi jahat dan sisi yang lain

Sebagai makhluk yang tidak berbobot, aku memang tidak bisa apa-apa
Kehidupan memang di design sedemikian rupa sehingga tidak menjemukan, penuh dengan gerakan, perubahan, ketidakstabilan, kemajemukan
yang dalam pandangan diriku yang menyebar sampai ke langit biru adalah bermakna rutinitas belaka, selalu berulang pada setiap dekate, ratusan,ribuan,jutaan tahun sekalipun.
Bahwa semua kita adalah pelaku dari perilaku yang sangat rutin


Aku semakin ingin, semakin menyebar sampai ke awan
Disitu kutemui kandungan air jenuh yang siap menerjunkan diri menjadi suatu berkah bagi umat manusia.
Dalam diri itu, semakin nampak bijak menurutku dapat memandang bumi dengan lebih luas, memandang dengan ukuran yang sekecil-kecilnya

Aku semakin ingin meluas, semakin tinggi karena dari ketinggian itu muncul kabijaksanaanku
Aku tengah membumbung tinggi kea wan, semakin kecil rumah tinggalku diantara kota, diantara pulau diantara negeri di dunia ini
Bagaimana hijaunya hutan di samping rumahku, tidak pernah kusadari
Sungai jernih yang melingkupi halamanku, belum membuatku merasakan kesejukan
Karena belum terkuak niatku untuk melakukan introspeksi ke dalam diri, betapa lemahnya diri ini, betapa tidak kuatnya pemikiranku untuk mencipta peluang seperti yang ada pada warga negeri maju
Semuanya memang harus dimulai dari diri ini.


Sementara pada diriku yang lain

Aku sedang menyusup pada pembesar, pemimpin, pembuat keputusan, yang memimpin 136 juta jiwa.
Marasuk ke dalam kecurigaannya, tentang dorongan membuat kebijakan yang justru akan menjerumuskannya pada problema yang lebih rumit
Dalam kehati-hatiannya, dalam menakar baik dan buruk, yang oleh sebagian orang adalah keterlambatan mengambil keputusan,
memaksa untuk cepat bertindak adalah bisa jadi suatu jebakan untuk menjerumuskan diri pada kesalahan yang akan menghancurkannya
Dari sisi kebijakannya, aku terus menerobos menembus hingga tembus aura yang memancarkan
Adalah cahaya
Adalah kharisma
Adalah dia yang dipilih oleh puluhan juta orang yang mengharapkan mukjizat dari tangannya.
Pandangan mata yang menyejukkan itu
Jangan kau ubah menjadi pandangan pemberontakan kedamaian
Karena itu adalah yang dapat mengalahkan opini publik yang diciptakan semena-mena
Aliran darahnya demikian hening, bagai air telaga beriak terkena angin sepoi-sepoi menyejukkan
Bersama oksigen mengalir kedalam pemikirannya, sekali-kali menyusup kepada pori-pori itu yang sangat lembut,
Tidak ada, mudah-mudahan tidak ada kutemukan niat jahat memainkan kekuasaannya, sebagaimana dicurigakan pada kebesaran pangkatnya


Menyebar, aku ingin terus menyebar ke dalam diri, ke dalam kamu, ke dalam makna
Pengusaha sukses yang selalu tidak puas dengan perlakuan negeri ini
Sebagai pembayar pajak besar, berkontribusi besar, memberi nafkah bagi banyak keluarga, memberi pekerjaan bagi banyak orang
Sementara di jalan raya tetap kena macet, dihantui ketakutan perampokan, pelayanan kewarganegaraan yang tidak diistimewakan, disuguhi pemandangan yang sumpek, kotor dan kesemrawutan lainnya yang ia alami, sungguh sangat tidak sebanding dengan apa yang telah ia sumbangkan pada Negara
Perlakuan yang lebih baik ditawarkan oleh Negara tetangga, menjadi investor di Negara lain yang siap memperlakukan sebagai warga Negara pilihan yang dimanja, kekayaan itu harusnya akan sebanding dengan kenikmatan hasil dari jerih payahnya.

Aku menyebar, terus menyebar terbang terbawa angin kemana-mana
Pada perusahaan milik Negara yang tidak pernah bisa bersaing dengan swasta murni, karena berbagai keharusan-keharusan yang kabarnya selalu menghambat pacuan larinya untuk mengejar mensejajarkan dengan yang lainnya

Mengikuti udara yang terbawa bersama darahnya, menyebar keseluruh raga, ke otak segala
Mengikuti aliran darah pegawai yang tidak korupsi.
Semangatnya terus menyala mengejar dahaga memuaskan insan secara merata
Demikian sibuknya ambisi memuaskan hasratmu menuntaskan tahap demi tahap persoalan
Meniti ilmu demi ilmu, melangkah demi masa depan, berkeringat demi sebuah nama
Adalah nama yang hanya bisa dia tinggalkan keanak cucu, maka itu jagalah agar ia tidak terjamah oleh noda

Pada dasarnya manusia sama
Darah yang mengalir lewat nadi, melewati ginjal, jantung, jari kuku dan benak
Anatomi yang hanya Engkau Allah yang tahu persis system itu bekerja secara sempurna
Itulah yang kutahu secara minimalis
Karena pengembaraanku yang aku tak tahu pasti
Kapan harus kuakhiri ini

Pada pengusaha yang curang, memanipulasi data, menjadikan catatan keuntungannya menjadi lebih kecil sehingga meniadakan kewajiban setor pajaknya, sedangkan kenikmatan subsidi bensin, subsidi listrik subsidi angkutan dan kenikmatan serta kemudahan lainnya kau serap dengan tanpa batas.
Inikah balasan bagi Negara yang mengatur insan berbangsa.

Aku menyelipkan diri diantara helai demi helai uang
Yang kemudian bergabung menjadi suatu angka 1.407 trilun
adalah berkat pengupulan pajak dan non pajak yang diperoleh secara ikhlas.
Untuk guru yang senantiasa berbakti tanpa mengenal lelah
Untuk membangun jalan agar lebih baik, mengatur pangan secara merata
Agar lembaga peradilan dapat berfungsi baik menegakkan hukum, menghukum yang salah
Membangun bendungan agar petani lebih mudah mendapat air untuk bertani
Membayar guru secara proporsional sesuai dengan jerih payahnya.
Mendanai propaganda ke luar negeri agar orang asing mau menginvestasikan dana disini

Aku menerobos kebanyak sekali aliran darah merah yang sehat dengan hb tinggi
Yang tidak pernah berhenti, memacu berkat semangat mengejar mensejajarkan diri dengan sekaum yang lain.
Detak jantungnya berdetak bagai hendak menyentakkan dunia menyatakan kami sedang berubah
Meskipun tidak secepat jepang, korea, china kemajuan itu adalah pasti ada
Mereka bisa katakan kami sudah lebih maju
Tidak ada lagi kini pengemis yang mengais makanan seperti pada jaman jaman terdahulu
Supir angkutan dengan bangga menjadi warga bangsa
“Kami telah berubah, sebagai supir angkutan bus umum, kemacetan tidak lagi bersumber dari angkutan umum, kami jauh lebih tertib dan beradab”

Tetapi aku kecewa ketika berada pada satu jiwa yang cenderung merusak tatanan yang ada

Koruptor yang tidak punya nurani

(Koruptor yang tidak sengaja
yang tidak tahu
yang dihasut dan dijerumuskan anak buahnya
yang pura-pura tidak tahu dan pura-pura terjerumus
yang memang tidak tahu dan tidak menikmati hasilnya
yang belum diputus pengadilan)
memang sulit dikelompokkan

Yang sebagian besar orang mencacinya sebagai manusia yang rendah dari yang terendah
Oleh sebagian besar kita
Tanpa menyadari dirinya pernah melakukannya
Di jalan raya ketika memotong jalan kendaraan lain
Di antrian tiket dan ATM ketika menyerobot antrian
Di stasiun kereta yang membeli tiket melalui calo, sementara memupus penumpang lain yang mengantri dari pagi
Pedagang yang dengan sengaja membayar kembalian kurang
Membuat pagar rumah hingga ke jalan milik umum
Pegawai yang menitip absen

Bahwa membuat sertifikat ganda melalui cara yang tidak legal demi mendapatkan ganti rugi gusuran rumah yang berlipat adalah koruptor juga yang harus diberantas dari negeri ini

Bahwa memanipulasi data untuk mengecilkan keuntungan sehingga berkurang setoran pajak dari yang seharusnya adalah musuh masyarakat.

Aku dengan terpaksa tidak dengan sengaja tiba-tiba berada pada nadi koruptor
Dengan pemikirian buruknya menyebar kedalam seluruh dagingnya, membusuk merasuki jiwanya
Dengan tega menebarkan kebusukannya pada keluarganya, isterinya, anaknya
Aku berada ditempat terburuk dari yang terburuk



Aku semakin meluas hingga batas cakrawala
Meninggi hingga batas yang tidak terhingga
Menjauh dari yang terjauh, mengukur waktu dari segala peradapan
Hanya satu yang dapat menghentikan petualanganku ini
Allah ya robbi


Bekasi, 30 Agustus 2010