Senin, 11 April 2011

NYANYIAN SENJA DEN AYU LANJAR)*

Oleh : Gunarso

Mata kosongnya mengarah ke deburan ombak ujung pantai utara di sore menjelang malam. Kerlip buih laut yang berpendar bersamaan dengan ombak yang berulang kali menjatuhkan diri menerbitkan bunyi seakan terus memanggil suatu untuk ikut bergabung dalam kehirukpikukan pesta ini. Suaranya terus menerobos ke dalam alam bawah setiap pendengaran mengusik keingintahuan yang ada pada situasi otak kanannya.

Jiwa kosongnya terus tergulung bersama suara debur ombak membangkitkan kenangan masa lalunya yang membentuknya menjadi pribadinya kini. Gambaran masa lalunya yang berkilat sepintas demi sepintas menimbulkan keriput di dahinya sebagai pertanda kerja kerasnya berpikir. Semuanya nampak buram serba tidak jelas, kilatan-kilatan arus listrik dalam otaknya justru menimbulkan pendar bayangan itu.

Angin pantai yang mulai mengarah ke tengah laut menyibakkan rambut tipisnya membelainya seperti mengajaknya berkencan jauh ke dalam impian kehidupan alam bawah laut.

Angin itu, membasuh dagunya mengelus pundaknya seakan bersuara lupakan masa lalumu…… lupakan….

Adalah seorang pribadi yang berkembang menjadi sekarang ini nampak kuat dalam pijakannya kokoh tapak kakinya, Adalah justru kenestapaan yang menjadi pupuk yang memberikan tubuh ini tegar. Adalah kaki yang kokoh ini yang setiap saat selalu mencari srategi mengatasi halangan, rintangan, tahu kapan harus menerjang kapan harus menghindar. Ketika harus berlari melepaskan sepi, ketika mendaki mencari mimpi, ketika berlari menghindari cerca.


Ombak pantai utara terus bergulung dengan keteraturannya menawarkan hiburan. Mencoba membantu mengungkapkan masalah dengan ramah. Kelopak mata itu sudah demikian berat, namun nadimu masih kencang menyebarkan oksigen kesegala sudut raga itu.

Matahari dengan pelahan membenamkan dirinya dalam garis laut di ujung Barat, memberikan hiburan beberapa pasang insan di pantai, tanpa harus merasa peduli apakah dianggapnya sebagai atraksi bagi mereka, atau tidak.

Adalah pasir yang berkilau memantulkan sinarnya dengan sudut datang menerpa wajah-wajahnya mengekspresikan berbagai situasi jiwa.

Adalah ia yang dengan kesendiriannya tengah mengurai satu demi satu kenangan yang mustahil disusunnya secara lengkap, adakah bagian yang kurang, adakah tahap yang belum kulalui selama perjalananku, bagian manakah dari setiap jalan itu yang membuat diri begitu tidak tahu, menjadikan kosong di suatu bagian jiwaku.

Jaket tebalnya ditarik dan dilipatkan agar lebih menyentuh dengan erat tubuhnya. Kenangan bawah sadarnya mencoba mengingatkan rasa ketika terbungkus dalam plasenta dengan lembut.

Dalam kesenjangan antara kesadaran dan mimpinya tiba-tiba terdengar bisikan halus yang memecah kesepiannya. Suara wanita yang sangat lembut dan membuatnya terbuai dan ingin segera mendengarnya lagi meneruskan bisikannya. Pertanyaan yang bertubi-tubi dan tidak ada kesempatan bagi wanita itu untuk menjawabnya, sehingga iapun tersadar betapa sangat inginnya dia untuk ingin mendengarkan suaranya lagi.

Bahkan kemudian, ketika dua wajah itu saling berhadapan sang pria sangat mengagumi sesuatu yang memancarkan kembali sinar senja dari wajahnya. Begitu lembut, begitu ayu, yang mengalir memasuki jiwanya menjadi tenang setenang air laut dihadapannya.

Bahkan akhirnya ketika belum juga ada suara untuk saling menyapa, sejatinya mereka sudah sangat jauh saling berkomunikasi, melalui indera yang tidak dibatas waktu. Dalam ruang itu yang tidak memerlukan suara, gerak bibir dan kegiatan fisik ini sepasang insan itu saling berkomunikasi, saling kenal bahwa bisa lebih jauh dari itu.

Dalam suasana bawah sadar itu, yang tidak dapat diukur dengan satuan fisik, beberapa pertanyaan dapat disampaikan dalam sekejap ribuan sanjungan dapat diutarakan dalam waktu yang bersamaan.

Hubungan bathin yang mempunyai kapasitas yang luar biasa dalam hitungan detik. Lantas dapat mengubah muka pria iu menjadi lebih cerah, lebih berbinar dengan gairah asa meninggalkan kusut di hatinya, menghilangkan kerut di dahinya. Dalam sekian saat yang cepat itu ia juga dengan segera mendapatkan tanggapan yang ia sangat tahu maknanya, yaitu kesepakatannya untuk memersatukan diri dalam jalinan persahabatan yang sangat erat, untuk berikutnya tanpa menutup kemungkinan bisa jadi untuk saling bercinta.

Percakapan maya yang dilakukan tanpa ukuran waktu itu, membuat sang pria seakan menemukan kembali jati dirinya, betapa ia kini ada seorang yang mengaguminya, mengusungnya ke daratan yang sangat tinggi, mendapatkan harkat yang sangat terhormat. Melupakan duka dalam setiap perjalanan hidupnya, keluarganya yang entah dimana, kekasihnya yang meninggalkannya dan teman-teman yang semakin menjauh karena ketiadaannya.

Semua cerita duka itu seketika terlupakan dengan hadirnya sosok perempuan yang baru saja ia temui namun telah beribu ungkapan sudah saling dipertukarkan. Yang ada adalah jalan yang luas terbentang menuju suatu istana penuh dengan gemerlap bersanding perempuan yang cantik yang selalu memanjakannya.

Berjalan dengan pasti, dengan senyum yang mengembang, dada membusung, menuju arah yang tanpa sadar diarahkan oleh perempuan itu kesuatu tempat yang terlihat demikian menyenangkan, demikian membuat hatinya berbunga dengan harapan yang ia yakini akan semakin membuatnya sejahtera bahkan dalam keluarga yang dia dambakan.

Langkahnya pelan, seakan ingin menikmati semua peristiwa yang menyenangkan ini untuk tidak terlalu cepat berlalu. Dengan bimbingan wanita cantik disampingnya yang sudah ia anggap sebagai permaisurinya itu ke arah matahari yang semakin redup memasuki cakrawala di sisi Utara.

Sementara orang-orang lain asik dengan dirinya masing-masing tenggalam dalam ilusinya masing-masing. Pria itu terus berjalan menuju deburan ombak pasang naik yang mulai meninggi. Kakinya sekali-kali terbasuh oleh riak-riak kecil yang sampai ke pasir pantai semakin mendekati air pantai yang lebih dalam.

Tapak kakinya terus meninggalkan bekas di pasir basah yang selalu dengan cepat terhapus oleh ombak panti, langkahnya terus menuju laut hingga terbenam sebagian kakinya, sampai ke lutut, ke pinggang dan pria itu terus berjalann menuju laut lepas. Sementara jiwanya merasakan ketenangan yang luar biasa didampingi wanita cantik tanpa merasakan deburan ombak yang semakin tinggi mengenai pinggangnya dan ….. seluruh tubuhnya.

)* Den Ayu Lanjar atau Dewi Lanjar adalah mythos di pesisir pantai Utara Jawa yang mirip dengan cerita mistis Nyi Roro Kidul di Pantai Selatan Jawa.