SELAMAT TINGGAL BURUNG PIPITKU
Oleh : Gunarso
Sekali lagi Winnie mengusap kepala si Cantik dengan salah satu jarinya dengan lembut, burung pipit itu terus saja mematuk beberapa butir beras yang ada pada telapak tangan Winnie seolah tidak menghiraukan usapan sayang itu.
Hari itu adalah hari terakhir pertemuan Winnie dengan si Cantik, setelah hampir sebulan bersamanya. Winnie tidak ingin melepaskan si Cantik begitu saja. Ia selalu ingin bermain dan bermain dengannya. Namun papa menginginkan agar burung itu dilepas ke alam bebas setelah besar.
Pertemuannya terjadi ketika di suatu pagi Winnie menemukan sarang burung yang terjatuh dari pohon mangga di halamannya. Winnie mendekat dan wow!, Winnie terkejut, ternyata masih ada anak burung di dalam sarang tersebut.
Seekor anak burung yang mungil. Tubuhnya masih belum ditumbuhi bulu, matanya terpejam. Jangan-jangan sudah mati, pikir Winnie. Winnie hendak menyentuh kepala anak burung itu, belum sampai jari Winnie menyentuh kepalanya. Ternyata anak burung itu bangun dan membuka paruhnya lebar-lebar, sambil terus mencicit. Winnie berteriak saking girangnya.
“Maa..... Paa....... Winnie menemukan anak burung ....... masih hidup lagi!”.
Papa Winnie yang sudah siap berangkat ke kantor dan Mamanya langsung mendatangi Winnie di halaman belakang rumahnya.
“Ada apa Win ?” kata papa Winnie setelah dekat dengannya.
“Ini lho pa ..... ada sangkar jatuh dari pohon mangga, ada isinya...., masih hidup ...... “ sahut Winnie sambil menunjukkan burung kecil yang sedang membuka paruhnya.
“ Itu tandanya minta makan. Tangan kamu dikira induknya yang akan menyuapinya, makanya ia lantas membuka paruhnya” kata papa. “Sudah .........sekarang ambil air dan beri dia minum dulu”.
Winnie segera mengambil gelas berisi air penuh.
“ Oh .... banyak benar kau bawa airnya Win. Tidak apa-apa, sekarang carikan lidi untuk menyuapinya” ujar papa Winnie selanjutnya. Dalam sekejap Winnie mendapatkannya.
Papa Winnie mamasukkan lidi itu ke dalam air. Dan segera mamasukkannya lagi ke dalam paruh anak burung yang masih terbuka. Anak burung itu segera mengunyah-ngunyah lidi itu dengan lahapnya.
“ Wah burung ini nampaknya haus ya Win “ kata mama Winnie.
“ Iya ya ma ... “
“ Burung sekecil ini belum bisa makan dan minum sendiri, jadi disuapi kayak kamu masih bayi dulu “ ujar papa Winnie sambil memegang kepala Winnie. Winnie tersenyum saja.
“ Kalau nanti lapar gimana pa?” kata Winnie.
“ Itu pertanyaan yang bagus. Nanti kamu ambil beras sedikit, ditumbuk pada penggilingan mama yang buat masak itu ..... beri air sedikit. Dan siap untuk disuapkan pada burung kecil ini. Sudah sekarang papa berangkat kantor dulu ya “
Ingatan itu masih jelas benar dalam diri Winnie, tidak disadarinya ia meneteskan air mata dipipinya. Ia sedih melepas si Cantik.
Betapa tidak sedih. Kini burung itu sudah begitu jinak setelah sekian lama mendapat perawatan dari Winnie.
Dengan sabar dan dengan penuh rasa kasih sayang tiap hari burung itu disuapi dengan beras giling sedikit demi sedikit. Hingga akhirnya burung itu sudah begitu kenal dengan Winnie. Hal ini terbukti manakala setiap pagi hari Winnie menghampiri anak burung itu. Belum juga Winnie siap dengan beras gilingnya, burung itu sudah ber ciap-ciap siap untuk disuap.
Ketika bulu-bulunya sudah mulai tumbuh, burung itu semakin molek saja. Oleh karena itu Winnie mengusulkan kepada mama agar burung itu dinamakan Cantik, mama setuju saja.
Bersamaan dengan itu, si Cantik sudah belajar terbang.
Papa membelikan sangkar, agar tidak buang kotoran dimana-mana di dalam rumah. Nampaknya si Cantik menyukai sangkar itu.
Winnie setiap pulang sekolah tidak lupa menyuapi si Cantik, kadang-kadang lupa ganti baju lebih dahulu. Mama selalu mengingatkan agar kalau habis pulang sekolah harus ganti baju dahulu. Karena seperti biasanya si Cantik segera terbang menghampiri kalau melihat Winnie. Kadang-kadang hinggap di bajunya, mama tidak mau kalau bajunya kotor kena kaki si Cantik, apalagi kalau buang kotoran di baju seragam sekolahnya.
Kebiasaan Winnie kalau sedang menyuapi si Cantik adalah dengan mengajak jalan-jalan di halaman belakang rumahnya yang rindang. si Cantik segera terbang mengikuti setiap langkah Winnie dan hinggap di pundak Winnie. Setelah merasa kenyang si Cantik terbang ke sangkarnya.
Itu semua tinggal kenangan.
Winnie merasa sedih berpisah dengan si Cantik. Namun mama dan papa selalu memberikan pengertian pada Winnie, bahwa si Cantik pasti lebih bahagia apabila tinggal di alam bersama-sama dengan teman sejenisnya.
Dengan pelan Winnie mendekap si Cantik ke dalam pelukannya. Kemudian memasukkannya ke dalam sangkar yang di bawa papa. Dengan sigap papa Winnie memanjat pohon mangga yang ada di belakang rumahnya sambil membawa sangkar si Cantik ke tempat yang tinggi.
Sampai disatu tempat yang cukup tinggi sangkar si Cantik digantungkan pada salah satu ranting yang kokoh. Dan membuka pintunya agar si Cantik bisa terbang kemanapun ia suka.
Winnie mengucapkan salam terakhirnya pada si Cantik “ Selamat tinggal Cantik, burung pipitku. Kamu boleh kok, main kesini lagi. Kapanpun. Setiap saat “.
Papa dan mama Winnie lega dan gembira melihat Winnie bisa mengatasi kesedihannya.
Si Cantik keluar dari sarangnya melompat dari satu ranting ke ranting lain dengan gembira, sambil mencicit memanggil teman-temannya.
Mengucapkan salam kenal pada burung sejenisnya.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar