Sabtu, 18 Juli 2009

Saksi Sejarah II

Jepang.
Saya merasa salah barangkali karena saya tidak dapat menyembunyikan apa yang tersimpan dalam hati: sikap saya yang anti-imperialis dan anti-fascist, karena Jepang bertindak sewenang-wenang dan menindas rakyat, baik dengan cara paksaan maupun penipuan.

Saya tidak pernah mau ikut acara-acara berbaris atau “kenrohoshi (kerja gugur gunung), ikut kursus bahasa Jepang atau ikut rapat-rapat atau mengadakan rapat sendiri.Saya percaya dan yakin bahwa Jepang tidak akan dapat menang melawan Inggeris dan Amerika yang mempunyai kekuatan demikian besar.

Saya bandingkan dengan sekelompok penjahat yang berusaha melawan negara, bagaimanapun pintarnya danliciknya, penjahat itu pada akhirnya tidak akan bisa menang.Ramalan yang sama juga berlaku untuk Jerman ketika negara itu menyerbu Nederland.

Bukan karena saya membela Nederland, atau karena Inggeris dan Amerika itu adalah sekutu Nederland. Tetapi karena cara Jerman menduduki Nederland dan cara Jepang menggempur Hawaii adalah cara yang licik dan penuh dengan tipu-muslihat. Kedua negara itu memang berhasil menduduki negara-negara lain dengan cara tipu-muslihat itu. Kemudian mereka menindas penduduk aseli, tanpa memperhatikan perikemanusiaan, seperti tingkah laku perampok atau penjahat.

Tidak pernah terjadi dalam sejarah dan tidak masuk akal kalau pihak-pihak yang bersalah dapat terus menindas dan mengalahkan pihak yang benar.

Mulai tahun 1945 pemerintah Jepang sibuk membuat kubu-kubu pertahanan di sepanjang pantai, di hutan-hutan dan di gunung-gunung. Mereka membangun asrama di Krengseng, penjagaan di Siklayu (Krengseng), Kuripan, Udjungnegoro dan Pemalang, asrama di Batang, mindah asrama dari pantai Pekalongan ke Wonopringgo, membuat terowongan perlindungan sepanjang jalan. Mereka membuat jalan besar yang menghubungkan Doro, Bandar, Bawang dan Sukoredjo (Kendal), semua itu dengan jalan menggunakan uang rakyat dan tenaga rakyat hingga orang-orang itu tidak ada waktu untuk bekerja mencari nafkah untuk keluarga mereka sendiri.Di samping itu, penduduk di kampung-kampung mereka juga dikejar-kejar untuk ikut “tonari gumi”, yakni melakukan pekerjaan bersama-sama untuk melaksanakan perintah atasan. Yang satu belum selesai, datang perintah yang lain, hingga tugas-tugas menjadi bertumpuk-tumpuk.

Siapa berani menentang atau menggerutu akan dianggap sebagai mata-mata musuh dan akan ditangkap oleh Polisi Jepang (Kenpetai). Semuanya ini merupakan usaha untuk mendirikan pertahanan untuk menghadapi musuh (Inggeris dan Amerika) kalau mereka datang menyerang. Ini dapat dibandingkan dengan upaya pemerintah Belanda dulu ketika menghadapi kedatangan Jepang, tetapi pemerintah Jepang samasekali tidak pernah memikirkan keselamatan rakyat.

Semua undang-undang, peraturan dan anjuran yang dikeluarkan sejak Jepang datang ke Indonesia bertujuan menindas rakyat dan mempersulit kehidupan rakyat Indonesia lahir dan batin, demi kepentingan orang-orang Jepang sendiri. Semboyan-semboyan seperti “mau menjunjung nasib bangsa Asia (sebab satu keturunan), untuk kemakmuran bersama, dan “kerja bersama-sama dan harga menghargai” jelas hanya basa-basi dan palsu, sebab dalam prakteknya “buat Jepang, untuk Jepang dan di bawah pemerintah Jepang”.

Wajib kerja paksa secara gotong royong yang telah dicabut oleh pemerintah Belanda 60 tahun yang lalu sebab menindas kehidupan rakyat kecil (herendienst), sekarang dihidupkan lagi, dicari-cari alasannya, misalnya di zaman dulu raja-raja Jawa juga mengharuskan “kawulo-nya” bekerja dengan cara “kerigan”.

Ada gejala-gejala bahwa orang Indonesia akan di”Jepang”kan semuanya. Bukan saja mereka diharuskan menyembah Kaisar Jepang, belajar bahasa Jepang dan bekerja dengan cara Jepang, tetapi juga dalam hal berpakaian dan dalam hal makan.

Kalau bisa orang Indonesia disuruh berpakaian setengah telanjang, mengenakan pakaian karung dan makan daun-daunan serta ular atau bekijot, sebab pakaian dan makanan yang biasa hanya diperuntukkan bagi orang-orang Jepang saja, oleh sebab itu semua kebutuhan hidup ditempatkan di bawah kekuasaan orang-orang Jepang.

Bangsa Indonesia hanya boleh mendapatkan sisa-sisanya saja. Di jalan-jalan, di atas kereta api, banyak orang berpakaian yang dulu pantas dipakai oleh para pengemis atau orang gila.

Di pinggir jalan banyak orang mati kelaparan, ada yang mati di dalam lubang perlindungan. Setiap hari sekurang-kurangnya ada 3 atau 4 yang mati kelaparan di satu bagian kota Pekalongan.

Belum lagi cara mereka membujuk gadis-gadis yang berasal dari keluarga yang baik. Banyak gadis yang menjadi korban.Mereka juga terkenal menggunakan kekejaman dalam menyiksa orang-orang, dengan cara yang tidak pantas dilakukan oleh manusia yang beradab.Mau tidak mau saya selalu teringat pidato radionya tuan Van Der Plas ketika Hindia Belanda hampir jatuh, dan bunyi artikel dalam koran-koran ketika untuk pertama kali Jepang masuk ke Malaka.

Ibarat kuda muatan, di tangan orang Jepang muatan yang dibawa orang Jawa selalu ditambah, diharuskan jalan semakin cepat, makanannya dikurangi dan harus melewati jalan-jalan yang sulit dilalui.

Ibarat pembantu rumahtangga, diminta untuk menggendong anak-anak, diharuskan menyediakan makanan, diharuskan menyediakan pakaian, diharuskan memberikan pelayanan dan isterinya juga harus diserahkan. Pembantu itu harus mencari makan sendiri.

“Perang suci dengan bantuannya 1000 juta bangsa Asia” sebenarnya lebih tepat kalau dinamakan “Perang secara perampok yang harus dikutuk oleh 1000 juta bangsa Asia”.

Kampung-kampung yang dibom, penduduknya tidak boleh pergi menyelamatkan diri, ini jelas merupakan tindakan untuk membunuh orang.

Apabila ada serangan musuh, penduduk kampung harus menghadapi musuh, sekalipun hanya menggunakan bambu runcing !

Pembesar-pembesar dan pemimpin-pemimpin Indonesia, apalagi yang mempunyai kedudukan tinggi, banyak yang giat memprogandakan keberadaan Jepang dengan kata-kata “semua peraturan-peraturan Jepang itu bagus, bener, adil dan suci”.

Kelihatannya Jepang menganggap bangsaku, bangsa Indonesia, sebagai bangsa yang bodoh, masih setengah binatang, bangsa yang tidak punya otak dan tidak mengerti mana Utara dan mana Selatan, bangsa yang hanya membebek saja!.

Atau, apakah memang cara-cara yang demikian itu yang dikatakan “bagus, bener, adil dan suci” sesuai dengan tekad oang-orang Jepang lahir dan batin? Artinya, tindakan-tindakan yang serba jahat tadi memang sesuai dengan dasar dan tekad sucinya orang-orang Jepang, sekalipun berakibatkan menindas dan menipu bangsa Indonesia?Kalau memang demikian halnya yang menjadi dasar atau falsafah orang-orang Jepang, yaitu tekad yang dapat digolongkan “jahat dan kejam”. kita dapat tanpa ragu-ragu lagi menyebutkan bahwa orang-orang Jepang itu memang benar-benar kejam dan jahat hingga mereka sebenarnya bukan manusia lagi.

Orang jahat melawan orang baik, orang yang salah melawan orang yang benar, komplotan penjahat melawan polisi, dapat dipersamakan seperti Jepang melawan Inggeris dan Amerika. Untuk sementara, karena memang sedang untung, mereka bisa menang dan berhasil, tetapi dalam jangka panjang, bagaimanapun licik mereka, akhirnya penjahat itu akan kalah dan mendapatkan hukuman setimpal.

Dalam buku-buku, hikayat-hikayat dan ceritera-ceritera, dalam sandiwara-sandiwara dan ceritera wayang atau dalam pergaulan sehari-hari, kita selalu melihat sendiri dan menyaksikan kebenaran pepatah “sing sopo salah seleh” (=siapa yang bersalah akhirnya pasti akan menyerah), siapa yang berhutang pasti akan membayar kembali.

Oleh sebab itu saya memohon kepada Allah sejak pecahnya perang agar mereka yang berbuat jahat, mereka yang beritikad jelek, cepat-cepat dibinasakan dari permukaan bumi ini.

Saya semakin yakin dan dapat memastikan Jerman akan kalah perang ketika pasukan-pasukan Amerika dan Inggeris mulai mendarat di Italia.

Saya juga dapat memastikan Jepang akan kalah perang ketika pasukan-pasukan Amerika menduduki pulau Saipan.

Sekalipun berita-berita di suratkabar-suratkabar pada waktu selalu menggambarkan kepahlawanan dan kemenangan pasukan-pasukan Jepang dan selalu menonjolkan kekalahan pihak Amerika, tetapi kenyataannya serangan pasukan-pasukan Amerika terus maju dan berhasil menduduki lebih banyak pulau lagi, yang semakin dekat letaknya dengan pusat negara Jepang.

Apalagi setelah pulau Iwojima, kemudian Okinawa, direbut oleh Amerika, menjadi semakin jelas bagi saya bahwa Jepang akan kalah perang.

Menurut perkiraan saya semula, masih akan mengambil waktu 5 atau 6 bulan lagi sebelum Jepang benar-benar kalah karena pasukan-pasukan Amerika harus terlebih dulu mendarat dinegara Jepang dan melancarkan perang darat secara besar-besaran sampai pasukan-pasukan Jepang hancur semua.

Saya tidak mengira kalau Amerika memiliki senjata ampuh, yaitu bom atom. Dua kali Amerika menjatuhkan bom atom.

Yang pertama di Hiroshima pada tanggal 6 Agustus 1945. Yang kedua di Nagasaki pada tanggal 9 Agustus 1945.

Setelah itu, Kaisar Hirohito dalam pidato radionya tanggal 11 Agustus 1945 menyatakan Jepang kalah perang dan menyerah tanpa syarat kepada pihak Sekutu.
Updated on Friday · Comment ·

Tidak ada komentar: